Get snow effect

Sabtu, 03 Maret 2012

Apa Hukumnya Mencium Mushaf Al-Qur'an nan Sering Dilakukan Sebagian Kaum Muslimin ?



Pertanyaan.
ditanya: Apa hukumnya mencium mushaf Al-Qur'an nan sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin ?
Jawaban.
Kami yakin perbuatan seperti ini masuk dlm keumuman hadits-hadits tentang bid'ah. Diantaranya hadits nan sangat terkenal.
Artinya ” Hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara (ibadah) nan diada-adakan, sebab semua ibadah nan diada-adakan (yang tak ada contohnya dari Rasul) adalah bid'ah, & semua bid'ah adalah sesat” [Shahih Targhib wa Tarhib 1/92/34]
Dalam hadits lain disebutkan.
Artinya ” Dan semua nan sesat tempatnya di neraka” [Shalat Tarawih hal. 75]
Banyak orang nan berpendapat bahwa mencium mushaf adalah merupakan perbuatan nan bertujuan utk menghormati & memuliakan Al-Qur'an. Betul . . . , kami sependapat bahwa itu sebagai penghormatan terhadap Al-Qur'an. Tapi nan menjadi masalah: Apakah penghormatan terhadap Al-Qur'an dgn cara seperti itu dibenarkan . ?
Seandainya mencium mushaf itu baik & benar, tentu sudah dilakukan oleh orang nan paling tahu tentang kebaikan & kebenaran, yaitu Rasulullah ? & para sahabat, sebagaimana kaidah nan dipegang oleh para ulama salaf.
Artinya ” Seandainya suatu perkara itu baik, niscaya mereka (para sahabat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam) telah lebih dulu melakukannya”
Itulah patokan kami.
Pandangan berikutnya adalah, “Apakah hukum asal mencium mushaf itu boleh atau dilarang?” Ada sebuah hadits shahih nan diriwayatkan oleh Imam Bukhari & Muslim nan sangat pantas utk kita ini renungkan. Dari hadits ini insya Allah kita ini bisa tahu betapa kaum muslimin hari ini sangat jauh berbeda dgn para pendahulu mereka (salafush shalih) dlm hal memahami agama & dlm menyikapi perkara-perkara ibadah nan tak dicontohkan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh 'Abis bin Rabi'ah, dia berkata: “Aku melihat Umar bin Kahthtab Radhiyallahu ;anhu mencium Hajar Aswad & berkata.
Artinya ” Sungguh aku tahu engkau adalah batu nan tak bisa memberi mudharat & tak bisa memberi manfaat. Kalau bukan karena aku melihat Rasulullah mencium engkau, maka aku tak akan menciummu” [Shahih Targhib wa Tarhib 1/94/41]
Disebutkan dlm hadits lain bahwa.
Artinya ” Hajar Aswad adalah batu dari surga” [Shahihul Jaami' No. 3174]
Yang jadi masalah . . . kenapa Umar Radhiyallahu anhu mencium Hajar Aswad ? Apakah karena Hajar Aswad tersebut berasal dari tempat nan mulia yaitu surga ? Ternyata tidak, Umar mencium batu tersebut bukan karena kemuliaan batu tersebut & bukan karena menghormatinya tetapi Umar mencium karena dia mengikuti sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam (Lihatlah . . . . betapa Umar Radhiyallahu 'anhu lebih mendahulukan dalil dgn mencontoh kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada mendahulukan akalnya. Dan demikian sifat & sikap semua para sahabat, -pent-).
Lalu sekarang . . . bolehkan kita ini mencium mushaf Al-Qur'an dgn alasan utk menghormati & memuliakan-Nya sementara tak ada dalil bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam & para sahabat mencium mushaf ? Kalau cara beragama kita ini mengikuti para sahabat, tentu kita ini tak akan mau mencium mushaf itu karena perbuatan tersebut tak ada dalilnya (tidak ada contoh dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam). Tapi kalau cara beragama kita ini mengikuti selera & akal kita ini serta hawa nafsu, maka kita ini akan berani melakukan apa saja nan penting masuk akal.
Contoh kedua adalah ketika Abu Bakar & Umar Radhiyallahu 'anhuma bersepakat utk mengumpulkan Al-Qur'an dlm 1 mushaf. Lalu mereka berdua menyerahkan tugas ini kepada Zaid bin Tsabit. Bagaimana komentar & sikap Zaid ? Dia berkata, “Bagaimana kalian akan melakukan sesuatu nan tak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?” Begitulah para sahabat semuanya selalu melihat contoh dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dlm semua urusan agama mereka. Sayang sekali semangat seperti ini tak dimiliki oleh sebagian besar kaum muslimin hari ini.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang nan paling berhak & paling tahu bagaimana cara memuliakan Al-Qur'an. Tapi beliau tak pernah mencium Al-Qur'an. Sebagian orang jahil mengatakan, “Kenapa mencium mushaf tak boleh dgn alasan tak ada contoh dari Rasul? Kalau begitu kita ini tak boleh naik mobil, naik pesawat, & lain-lain, karena tak ada contohnya dari Rasul . . . ?”
Ketahuilah bahwa bid'ah nan sesat (yang tak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) hanya ada dlm masalah agama. Adapun masalah dunia, hukum asalnya semuanya mubah (boleh), kecuali nan dilarang oleh Allah & Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka seorang nan naik pesawat dlm rangka menunaikan ibadah haji ke Baitullah adalah boleh, walaupun naik pesawat utk pergi haji itu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. nan tak boleh adalah naik pesawat utk pergi haji ke Negeri Barat. Ini jelas bid'ah, karena haji itu masalah agama nan harus mencontoh Rasul Shallallahu 'alahi wa sallam di dlm pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan di Makkah & tak boleh di tempat lain.
Maka perkara ibadah adalah semua perkara nan dilakukan dgn tujuan ber-taqarrub (mendekatkan diri ) kepada Allah & kita ini tak boleh ber-taqarrub kepada Allah kecuali dgn sesuatu nan telah disyariatkan oleh Allah.
Untuk memahami & menguatkan hadits, “Setiap bid'ah adalah sesat”, ada sebuah kaidah nan datang dari para ulama salaf.
Artinya ” Jika bid'ah sudah merajalela, maka sunnah pasti akan mati”
Dengan mata kepala saya sendiri saya melihat & merasakan kebenaran kaidah tersebut, katika bid'ah-bid'ah sudah banyak dilakukan orang dlm berbagai macam keadaan.
Orang-orang nan berilmu & mempunyai banyak keutamaan tak pernah mencium mushaf ketika mereka mengambilnya utk dibaca, padahal mereka adalah orang-orang nan selalu mengamalkan isi Al-Qur'an. Sementara orang-orang awam nan kerjanya mencium mushaf, hampir semua dari mereka adalah orang-orang nan perilakunya jauh & menyimpang dari isi Al-Qur'an.
Demikianlah orang-orang nan melaksanakan sunnah, dia akan jauh dari bid'ah. Sebaliknya orang-orang nan melakukan bid'ah, dia pasti akan jauh dari sunnah. Maka tepat sekali kaidah di atas: “Jika bid'ah sudah merajalela, sunnah pasti akan mati”.
Ada contoh lain lagi. Di beberapa tempat, banyak orang nan sengaja berdiri ketika mereka mendengar adzan. Padahal di antara mereka ini adalah orang-orang fasik nan selalu berbuat maksiat.
Ketika mereka ditanya: “Kenapa Anda berdiri ?” Jawab mereka: “Untuk mengagungkan Allah”. Begitulah cara mereka mengagungkan Allah dgn cara nan salah, kemudian setelah itu mereka tak pergi ke masjid utk shalat berjama'ah tetapi malah kembali bermain kartu atau catur, & mereka merasa telah mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari mana ceritanya sampai mereka berbuat demikian? Jawabannya adalah dari sebuah hadits plasu, bahkan hadits nan tak ada asal-usulnya, yaitu.
Artinya ” Jika kalian mendengar adzan, maka berdirilah” [Adh-Dhaifah No. 711]
Sebetulnya hadits tersebut ada asalnya, tetapi isinya telah diubah oleh sebagian rawi (periwayat) pembohong & rawi-rawi nan lemah hapalannya. Kata “berdirilah” dlm hadits tersebut sebenarnya aslinya adalah “ucapkanlah”.
Jadi nan sebenarnya hadits tersebut berbunya.
Artinya ” Jika kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah (seperti lafadz adzan tersebut)” [Shahih Muslim No. 184]
Demikialah, syetan menjadikan bid'ah itu indah & baik di mata manusia. Dengan melakukan bid'ah-bid'ah tersebut, orang-orang merasa telah menjadi seorang mukmin nan mengagungkan syiar-syiar Allah, dgn cara mencium mushaf atau berdiri ketika mendengar adzan.
Akan tetapi kenyataannya mereka adalah orang-orang nan pengamalannya jauh dari Al-Qur'an. Kebanyakan mereka adalah orang-orang nan meninggalkan shalat. Kalau toh di antara mereka ada nan shalat, mereka masih makan barang haram, makan hasil riba atau memberi nafkah (keluarganya) dari hasil riba, atau menjadi perantara riba, & perbuatan lain nan berbau maksiat.
Oleh karena itu tak boleh tidak, kita ini harus membatasi diri kita ini dlm ketaatan & peribadatan kepada Allah hanya dgn sesuatu nan telah disyariatkan oleh Allah. Jangan kita ini tambah-tambah syariat Allah tersebut, walaupun 1 huruf. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda.
Artinya ” Apapun nan Allah perintahkan kepada kalian, semuanya telah aku sampaikan. Dan apapun nan Allah larang, semuanya telah aku sampaikan” [Ash-Shahihah No. 1803]
Coba tanyakan kepada orang-orang nan suka mencium mushaf & suka berdiri ketika mendengar adzan: “Apakah anda lakukan semua ini dlm rangka beribadah utk ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah)?” Kalau mereka bilang: “Ya” Maka katakan kepada mereka: Tunjukkan kepada kami dalil dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam” Kalau mereka tak bisa menunjukkan dalil, maka katakan bahwa perbuatan itu adalah bid'ah, & semua bid'ah adalah sesat, & semua sesat pasti di neraka.
Mungkin diantara kita ini ada nan mengatakan bahwa hal ini adalah masalah nan sangat ringan & sepele. Pantaskah masalah sekecil ini dikatakan sesat & pelakunya akan masuk neraka ?”
Kalimat nan berbau syubhat ini telah dibantah oleh Imam Syatibi: “Sekecil apapun bid'ah itu, dia tetap sesat. Jangan kita ini melihat bid'ah itu hanya wujud bid'ahnya saja (seperti mencium mushaf, berdiri ketika mendengar adzan, ushollii, adzan utk mayit, & seterusnya -pent-), tetapi mari kita ini lihat, mau dikemanakan perbuatan-perbuatan bid'ah nan menurut kita ini kecil & sepele itu?
Ternyata perbuatan ini akan dimassukkan ke dlm sesuatu nan besar, agung, mulia & sempurna yaitu ajaran Islam nan datangnya dari Allah & Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Seolah-olah ajaran Allah & Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam itu belum begitu baik & belum begitu sempurna sehingga masih perlu diperbaiki & disempurnakan dgn bid'ah-bid'ah tersebut. Dari sini sangat pantas kalau bid'ah itu dinilai sebagai perbuatan sesat.
[Disalin kitab Kaifa Yajibu 'Alaina Annufasirral Qur'anal Karim, edisi Indonesia Tanya Jawab Dalam Memahami Isi Al-Qur'an, Penulis , terbitan Pustaka At-Tauhid, penerjemah Abu Abdul Aziz]
BOLEHKAH MEMBAWA MUSHAF KE DALAM KAMAR MANDI
Pertanyaan.
ditanya: Bolehkah seseorang membawa mushaf di sakunya ke dlm kamar mandi karena khawatir mushaf itu akan hilang atau kelupaan jika ditaruh di luar?
Jawaban
Seseorang nan menaruh mushaf dlm sakunya kemudian masuk ke kamar mandi, tak berdosa, karena mushaf tersebut tak dlm keadaan terbuka, tetapi tertutup dlm saku. Dan ini tak ada bedanya dgn orang nan masuk ke kamar mandi & dlm hatinya terdapat seluruh isi Al-Qur'an (hafidzh).
Secara makna hal ini tak ada bedanya. Bedanya hanya terletak pada penghormatan terhadap Al-Qur'an tersebut. Jika seseorang masuk kamar mandi dgn membawa mushaf dlm sakunya, sedangkan ia tetap meghormati Al-Qur'an dgn cara menutupnya (maka hal ini tidaklah mengapa, -pent), adapun jika mushaf itu nampak, berarti ia tak menghormati Al-Qur'an. Dan seperti inilah nan dilarang.
[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madinah Al-Munawarah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Penulis Penerjemah Taqdir Muhammad Arsyad, Penerbit media Hidayah]
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani tags: Alaihi Wa Sallam, Shalat Tarawih, Hajar Aswad, Imam Bukhari, Ulama Salaf, Al Qur, Insya Allah, Banyak Orang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar