Get snow effect

Selasa, 06 Maret 2012

IBU TERSAYANG


Suatu ketika seorang bayi siap untuk dilahirkan ke  dunia. Menjelang diturunkan dia bertanya kepada Tuhan,

“Para malaikat  di sini mengatakan  bahwa besok Engkau  akan mengirimku ke dunia, tetapi  bagaimana cara saya  hidup di sana, saya begitu kecil dan lemah,” kata si  bayi.

Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat  untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu.”

“Tapi di surga, apa yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi saya untuk bahagia.” demikian kata si bayi.

Tuhan pun menjawab, “Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan jadi lebih berbahagia.

Si bayipun bertanya kembali, “Dan apa yang dapat saya lakukan saat saya ingin berbicara kepada-Mu?”

Sekali lagi Tuhan menjawab, “Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.”

Si bayipun masih belum puas, ia pun bertanya lagi, “Saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat, siapa yang akan  melindungi saya?”

Dengan penuh kesabaran Tuhanpun menjawab, “Malaikatmu akan melindungimu, dengan taruhan jiwanya sekalipun.”

Si bayipun tetap belum puas dan melanjutkan pertanyaannya, “Tapi saya akan bersedih karena tidak melihat Engkau lagi.”

Dan Tuhanpun menjawab, “Malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepada-Ku, walaupun sesungguhnya Aku selalu berada di sisimu.”

Saat itu surga begitu tenangnya, sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang anak dengan suara lirih bertanya, “Tuhan, jika saya harus pergi sekarang, bisakah engkau memberitahu siapa nama malaikat di rumahku nanti?”

Tuhanpun menjawab, “Kamu dapat memanggil malaikatmu… IBU …”

Kenanglah Ibu yang menyayangimu

Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi …..

Ingatkah engkau, ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu, tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu ..?

Ingatkah engkau ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu ? ..dan ingatkah engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit?

Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan ,

Kembalilah memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu.

Simpanlah sejenak kesibukan-kesibukan duniawi yang selalu membuatmu lupa untuk pulang

Segeralah jenguk ibumu yang berdiri menantimu di depan pintu bahkan sampai malampun kian larut.

Jangan biarkan engkau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang.

Ketika ibu telah tiada ……………

Tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambut kita

Tak ada lagi senyuman indah … tanda bahagia.

Yang ada hanyalah kamar yang kosong tiada penghuninya,

Yang ada hanyalah baju yang digantung di lemari kamarnya.

Tak ada lagi yang menyiapkan sarapan pagi untukmu makan, tak ada lagi yang rela merawatmu sampai larut malam ketika engkau sakit…

Tak ada lagi dan tak akan ada lagi yang meneteskan air mata mendo’akanmu disetiap hembusan nafasnya.

Kembalilah segera ….. peluklah ibu yang selalu menyayangimu ..

Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik diakhir hayatnya.

Kawan, berdo’alah untuk kesehatannya dan rasakanlah pelukan cinta dan kasih sayangnya, jangan biarkan engkau menyesal di masa datang, kembalilah pada ibu yang selalu menyayangimu ..

Kenanglah semua – cinta dan kasih sayangnya …

1 Maret 2004, hari terakhir ane melihat dikau

Terima Kasih Ibuku Tersayang,…

Walau hanya 14 tahun ane melihatmu,…dikau merupakan sosok yang sangat luar biasa

Inspirator terbesar,…

Motivator paling hebat,..

Kasih Sayangmu luar biasa,..

Seorang Sosok yang bisa membuat hidupku seperti saat ini,..

Ibu … maafkan aku .

Sampai kapanpun jasa dan kasih sayangmu tak akan terbalas

Semoga saat ini engkau tenang berada di sisinya….

Terima Kasih Ibu
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orangtuanya, ibu telah mengandung dalam keadaan lemah yg bertambah lemah dan menyapih dalam dua tahun, bersyukurlah kalian kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah kalian kembali” [Luqman : 14]

Sabtu, 03 Maret 2012

Apr Bolehkah Membersihkan Bekas Buang Air dengan Tissue ?



Istijmar (Berbersih Dari Buang Air Dengan Selain Air)
Dari Abdurrahman bin Yazid dari Salman -radhiallahu anhu- bahwa:
قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ
أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
“Ditanyakan kepadanya, “(Apakah) Nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu hingga adab beristinja?” Abdurrahman berkata, “Salman menjawab, “Ya. Sungguh beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat saat buang air besar dan saat buang air kecil, serta beliau melarang kami untuk beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu kurang dari tiga buah, atau beristinja’ dengan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim no. 262)
Dari Abu Hurairah Radhiallaahu ‘anh  bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ وَمَنْ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ
“Barangsiapa yang berwudhu maka hendaknya beristintsar (mengeluarkan air dari hidungnya), dan barangsiapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah dia mengganjilkan jumlah (batu)nya.” (HR. Muslim no. 239)

Dari Abu Qatadah Radhiallaahu ‘anhu  dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَلَا يَسْتَنْجِي بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ
“Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah dia memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, jangan beristinja’ dengan tangan kanan, dan jangan bernafas dalam bejana saat minum.” (HR. Al-Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267)
dia berkata: Rasulullah -shallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:tDari Abdullah bin Mas’ud
لَا تَسْتَنْجُوا بِالرَّوْثِ وَلَا بِالْعِظَامِ فَإِنَّهُ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنْ الْجِنِّ
“Janganlah kalian beristinja` dengan menggunakan kotoran hewan dan tulang, karena sesungguhnya dia adalah makanan saudara kalian dari bangsa jin.” (HR. Abu Daud no. 39, At-Tirmizi no. 18, dan An-Nasai no. 39)
Penjelasan ringkas:
Di antara kemudahan yang diberikan oleh syariat adalah bolehnya istijmar yaitu berbersih dari buang air dengan menggunakan batu atau yang semisalnya, dengan syarat benda-benda itu kering lagi bisa menyerap air serta bukan benda yang dilarang oleh syariat, misalnya: Tisu kering, daun kering, kertas, dan seterusnya. Perlu diketahui bahwa istijmar bukanlah pengganti dari berbersih dengan air, akan tetapi dia merupakan alternatif yang juga bisa dilakukan walaupun ada air, walaupun tentu saja yang lebih utama adalah berbersih dengan menggunakan air karena dia merupakan asal alat bersuci dan lebih membersihkan najis.
Dari dalil-dali di atas, ada beberapa perkara yang butuh diketahui berkenaan dengan istijmar -selain dari apa yang baru saja kami sebutkan:
1.    Wajib menggunakan minimal tiga batu atau tiga lembar tisu, dan seterusnya. Karenanya jika dengan dua batu saja najis sudah hilang maka wajib untuk menambah batu ketiga, karena tidak boleh istijmar kurang dari tiga batu berdasarkan hadits Salman di atas. Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ishaq bin Rahawaih.
2.    Karenanya tidak boleh istijmar dengan menggunakan satu batu besar lalu mengusap najis pada ketiga sisi batu tersebut.


3.    Wajibnya untuk mengganjilkan jumlah batu yang dipakai istijmar berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas. Karenanya jika najisnya sudah hilang hanya dengan 4 batu maka dia wajib untuk menambah batu kelima, dan demikian seterusnya.
4.    Tidak boleh istijmar dengan benda-benda berikut:
a.    Kotoran hewan.
b.    Benda-benda yang najis.
c.    Tulang karena dia adalah makanan bangsa jin.
d.    Dikiaskan kepadanya makanan manusia.
e.    Benda yang bisa membahayakan tubuh.
f.    Benda yang tidak bisa menyerap air.
g.    Benda yang mempunyai kehormatan, semisal kertas-kertas yang berisi ajaran agama.
5.    Di antara adab dalam buang air lainnya adalah:
a.    Makruhnya buang air menghadap kiblat berdasarkan hadits Salman di atas, sebagaimana yang telah kami terangkan sebelumnya.
b.    Tidak boleh berbersih dari buang air besar dan kecil dengan menggunakan tangan kanan.
c.    Tidak boleh menyentuh kemaluan dengan tangan kanan saat buang air.
6.    Dan termasuk adab yang disebutkan dalam hadits Abu Qatadah di atas adalah larangan bernafas dan meniup makanan atau minuman baik di piring/gelas maupun pada bejana lainnya.

Lewat di Depan Orang yang Sholat



Dari Abi Jahm bin Shimmah Al Anshari radhiyallohu ‘anhu, Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Seandainya orang yang lewat didepan orang yang sedang sholat tahu dosa yang akan menimpanya, niscaya dia akan berdiri selama empat puluh (berkata Abu Nadhar : Saya tidak tahu apakah beliau berkata empat puluh hari atau bulan atau tahun), itu lebih baik baginya dari pada lewat didepan orang yang sholat.”
Makna secara global
Orang yang sholat, dia berdiri menghadap Rabbnya, bermunajat, memohon  dan berdoa. Apabila orang lewat didepannya, sementara dia dalam keadaan seperti ini, maka terputuslah munajat yang dia lakukan dan akan terganggu ibadahnya. Oleh karena itu, termasuk dosa yang paling besar, tatkala seseorang menyebabkan celah (kurangnya) sholat orang lain dengan lewatnya dia di depan orang tsb.

Maka Pembuat syariat mengabarkan, seandainya dia tahu dosa akibat lewatnya dia didepan orang yang sholat, niscaya jauh lebih utama bagi dia berdiri di tempatnya dalam jangka waktu yang lama, daripada melewati orang yang sholat. Hal ini merupakan perkara yang wajib untuk diperingatkan dan dijauhi.
Faedah yang dapat diambil dari Hadits ini :
1. Haromnya lewat didepan orang yang sholat, jika tidak ada sutrah atau pembatas baginya ; Atau melewati (tempat) antara orang yang sholat dengan sutrah, jika sholatnya menggunakan sutrah.
2. Wajibnya menjauhi lewat di depan orang yang sholat, karena terdapat ancaman yang keras.
3. Yang lebih utama bagi mushalli, hendaknya tidak sholat di jalan yang dilalui manusia, atau tempat-tempat yang mesti dilewati. Agar sholatnya tidak kurang, dan tidak ada peluang berbuat dosa bagi orang yang lewat.
4. Perawi hadits ini ragu dalam bilangan empat puluh. Apakah yang dimaksud empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun ? Akan tetapi bukan dimaksudkan bilangan tsb sebagai batasan, tetapi maksudnya adalah puncak dalam larangan. Dulu orang Arab biasa mengucapkan sesuatu dengan bilangan-bilangan semacam itu apabila memaksudkan sesuatu yang banyak atau berkali-kali. Sebagaimana firman Alloh ‘azza wa jalla :
“Jika engkau memintakan ampun atas mereka sebanyak tujuh puluh kali, maka Alloh tetap tidak akan mengampuni mereka.” QS. At-Taubah ; 80
Oleh karena itu didalam Shahih Ibnu Hibban san Sunan Ibnu Majah, disebutkan hadits dari Abu HUrairah radhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Berdiri seratus tahun itu jauh lebih baik daripada melangkahkan kaki didepan orang yang sholat.”
5. Adapun di Mekkah, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Seandainya orang sholat di Masjid, (yakni Masjidil Haram), sementara orang-orang thawaf didepannya maka hal yang demikian tidak dibenci (tidak makruh). Sama saja apakah yang lewat didepannya itu seorang laki-laki ataupun wanita.
-dinukil dari Kitab “Taisirrul ‘Allam, Syarh Umdatul Ahkam” karya Syaikh Abdullah Ibnu Shalih Alu Bassam ; Cahaya Tauhid Press-

Anak Kecil Lewat di Depan Orang Sholat



Pertanyaan :
Apakah seorang ibu harus menahan anaknya yang masih kecil lewat dihadapannya saat ia sedang sholat, padahal itu terjadi berulang-ulang di tengah sholat ? Tentunya berulang-ulangnya mencegah si anak lewat dapat menghilangkan kekhusyukan dalam sholat. Sementara jika si ibu sholat sendirian tanpa menempatkan si anak didekatnya, si ibu (tentu) mengkhawatirkan anaknya (karena tidak ada yang menjaganya).

Jawaban :
Syaikh yang mulia, Muhammad ibnu Shalih Al ‘Utsaimin menjawab, “Tidak ada dosa bagi si ibu membiarkan anaknya lewat dihadapannya bila memang si anak sering lalu lalang dan si ibu sendiri khawatir sholatnya terganggu bila terus menerus mencegah si anak, sebagaimana hal ini dikatakan ahlul ilmi rahimahumullah. Akan tetapi, sepantasnya ketika si ibu hendak sholat, hendaknya memberikan sesuatu kepada anaknya yang bisa dijadikannya sebagai mainan (sehingga anak asyik dengan benda/mainan tsb), sementara si anak berada di sekitar/dekat dengan ibunya. Karena bila seorang anak diberi sesuatu yang bisa dijadikannya sebagai mainan, biasanya mainan itu membuatnya lupa terhadap yang lain. Namun bila si anak terus menggelayuti (nggandholi,Jw) ibunya karena merasa lapar atau haus, yang lebih utama si ibu menunda sholatnya hingga ia selesai menunaikan kebutuhan anaknya (menyuapi makan atau memberi minum). Setelah itu ia menghadapkan dirinya kepada amalan sholatnya.” [Majmu'ah As'ilah Tuhimmu Al-Usrah Al-Muslimah, hal 151-152]

Hukum Kuis Dan Undian Berhadiah

Hukum Kuis Dan Undian Berhadiah
Kuis atau sayembara dalam literatur fiqih disebut dengan istilah “Ju`al” dan hukumnya boleh. Pada hakikatnya praktek jual adalah seorang mengumumkan kepada khalayak bahwa siapa yang bisa mendapatkan barangnya yang hilang, akan diberi imbalan tertentu.
Dan ju`al ini berlaku untuk siapa saja tanpa harus ada kesepakatan antara pemberi hadiah dengan peserta lomba sebelumnya. Dengan dasar “Ju`al” ini maka undian atau kuis dibolehkan Dalam sejarah, Al-Quran Al-Kariem menceritakan tentang kisah saudara Nabi Yusuf as yang mendapatkan pengumuman tentang hilangnya gelas / piala milik raja. Kepada siapa yang bisa menemukannya, dijanjikan akan mendapat hadiah.
Dalil yang membolehkannya adalah firman Allah SWT :
Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukkan piala ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan: “Hai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri”. Mereka menjawab, sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu: “Barang apakah yang hilang dari pada kamu ?” Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”. Saudara-saudara Yusuf menjawab “Demi Allah sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri dan kami bukanlah para pencuri “. (QS Yusuf : 70- 73)
Haramnya Perjudian
Allah SWT telah mengharamkan perjudian di dalam Al-Quran Al-Kariem dalam firman-Nya.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS. Al-Baqarah : 219)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah : 90)
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu .(QS. Al-Maidah : 91)
Hakekat Perjudian
Bila diperhatikan dengan seksama, trasaksi perjudian adalah dua belah pihak atau lebih yang masing-masing menyetorkan uang dan dikumpulkan sebagai hadiah. Lalu mereka mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan atau media lainnya. Siapa yang menang, dia berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Itulah hakikat sebuah perjudian.
Biasanya jenis permaiannnya memang khas permainan judi seperti main remi / kartu, melempar dadu, memutar rolet, main pokker, sabung ayam, adu domba, menebak pacuan kuda, menebak skor pertandingan sepak bola dan seterusnya.
Namun adakalanya permainan itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjudian. Misalnya menebak sederet pertanyaan tentang ilmu pengetahuan umum atau pertanyaan lainnya. Namun jenis permainan apa pun bentuknya, tidak berpengaruh pada hakikat perjudiannya. Sebab yang menentukan bukan jenis permainannya, melainkan perjanjian atau ketentuan permainannya.
Perbedaan Ju’al Dengan Judi
Antara Ju’al dengan judi memang bisa terdapat kemiripan, bahkan bisa jadi sebuah undian yang pada dasarnya hala bisa berubah menjadi haram bila ada ketentuan tertentu yang menggesernya menjadi sebuah perjudian.
Maka yang membedakannya bukan nama atau pengistilahannya, melainkan kriteria yang ditetapkan oleh penyelenggara undian tersebut.
Sebuah undian bisa menjadi judi manakala ada keharusan bagi peserta untuk membayar sejumlah uang atau nilai tertentu kepada penyelenggara. Dan dana untuk menyediakan hadiah yang dijanjikan itu didapat dari dana yang terkumpul dari peserta undian. Maka pada saat itu jadilah undian itu sebuah bentuk lain dari perjudian yang diharamkan.
Contoh Sayembara Yang Diharamkan
Sebuah yayasan menyelenggarakan kuis berhadiah, namun untuk bisa mengikuti kuis tersebut, tiap peserta diwajibkan membayar biaya sebesar Rp. 5.000,-. Peserta yang ikutan jumlahnya 1 juta orang. Dengan mudah bisa dihitung berapa dana yang bisa dikumpulkan oleh yayasan tersebut, yaitu 5 milyar rupiah. Kalau untuk pemenang harus disediakan dana pembeli hadiah sebesar 3 milyar, maka pihak yayasan masih mendapatkan untung sebesar 2 Milyar. Bentuk kuis berhadiah ini termasuk judi, sebab hadiah yang disediakan semata-mata diambil dari kontribusi peserta.
Contoh Sayembara Yang Dihalalkan
Sebuah toko menyelenggarakan undian berhadiah bagi pelanggan / pembeli yang nilai total belanjanya mencapai Rp. 50.000. Dengan janji hadiah seperti itu, toko bisa menyedot pembeli lebih besar -misalnya- 2 milyar rupiah dalam setahun. Pertambahan keuntungan ini bukan karena adanya kontribusi dari pelanggan / pembeli sebagai syarat ikut undian. Melainkan dari bertambahnya jumlah mereka.
Hadiah yang dijanjikan sejak awal memang sudah disiapkan dananya dan meskipun pihak toko tidak mendapatkan keuntungan yang lebih, hadiah tetap diberikan. Maka dalam masalah ini tidaklah disebut sebagai perjudian.
Hal lain yang bisa dikatakan bahwa cara ini tidak disebut sebagai judi adalah karena pembeli ketika mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000, sama sekali tidak dirugikan, karena barang belanjaan yang mereka dapatkan dengan uang itu memang sebanding dengan harganya. Hukumnya bisa menjadi haram manakala barang yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan uang yang mereka keluarkan. Misalnya bila seharusnya harga sebatang sabun itu Rp. 5.000,-, lalu karena ada program undian berhadiah, dinaikkan menjadi Rp. 6.000,-. Sehingga bisa dikatakan ada biaya di luar harga sesungguhnya yang dikamuflase sedemikian rupa yang pada hakikatnya tidak lain adalah uang untuk memasang judi.
Kuis SMS
Di zaman modern ini, sebuah kuis yang ditayanngkan dalam iklan di media massa yang bisa juga berunsur judi. Yaitu manakalah ada unsur kewajiban membayar biaya tertentu dari pihak peserta. Sebaliknya, bila sama sekali tidak ada kontribusi biaya dari peserta untuk membeli hadiah, seperti dari pihak sponsor, maka kuis itu halal hukumnya.
Namun harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kuis / sayembara / undian yang biasa dilakukan di media seperti tv dan sebagainya agar jangan sampai terkontaminasi dengan praktek-praktek judi atau riba.
Suatu undian bila mensyaratkan peserta untuk membayar biaya tertentu baik langsung atau tidak langsung seperti membayar melalui pulsa telepon premium call dimana pihak penyelenggara akan menerima sejumlah uang tertentu dari para peserta, lalu hadiah diambilkan dari jumlah uang yang terkumpul dari pemasukan premium call itu, maka ini termasuk judi dan undian seperti ini haram hukumnya meski diberi nama apapun.
Dimana letak judinya ?
Letak judinya jelas terlihat pada harga yang lebih dari tarif SMS biasa. Misalnya harga mengirim SMS adalah Rp. 250 untuk pasca bayar dan Rp. 350,- untuk kartu prabayar. Namun karena digunakan untuk mengirim SMS kuis tertentu, maka harganya menjadi Rp. 1000,- untuk pasca bayar dan Rp. 1.100 untuk pra bayar. Bila pihak provider mengutip Rp. 250 per SMS, maka keuntungannya adalah Rp. 750 atau Rp. 850. Angka ini biasanya dibagi dua antar pihak penyelenggara dengan provider masing-masing 50 %. Maka keuntungan pihak penyelenggara kuis SMS adalah Rp. 375.
Bila peserta kuis SMS ini jumlahnya mencapai 5 juta orang, maka keuntungan bersih penyelenggara kuis SMS adalah Rp. 1.875.000.000. Uang ini bisa untuk membeli beberapa mobil Kijang dan beberapa sepeda motor. Lalu 5 juta orang peserta SMS itu tidak mendapat apa-apa dari Rp. 1.000,- yang mereka keluarkan, karena yang menang hanya dua atau tiga orang saja. Ini adalah sebuah perjudian massal yang melibatkan 5 juta orang di tempat yang berjauhan.
Kuis Premium Call
Hal yang hampir sama bisa juga terjadi pada kuis dengan menggunakan premium call. Sebab berbeda dengan tarif biasa, premium call itu bisa memberikan pemasukan kepada pihak yang ditelepon. Bila fasilitas ini digunakan untuk menjawab kuis, maka ada uang yang masuk ke pihak penyelenggara kuis.
Sebagai ilustrasi, untuk menjawab kuis lewat telepon dibutuhkan waktu 3 menit. Bila dengan tarif lokal 1, koneksi telepon seperti ini hanya membutuhkan biaya Rp. 195. Namun karena premium call, maka untuk sambungan 3 menit bisa menghabiskan Rp. 3.000.
Maka ada uang mengalir ke pihak penyelenggara kuis, misalnya setelah dipotong biaya sharing dengan pihka Telkom menjadi Rp. 1.000 per peserta. Kalau jumlah peserta ada 1 juta, maka penyelengara akan mendapat uang Rp. 1.000.000.000 atau 1 Milyar. Bila uang ini yang digunakan untuk membeli hadiah kuis premium call, maka disini sudah terjadi perjudian. Sebuah perjudian lewat telepon yang melibatkan 1 juta orang.
Padahal mereka itu tidak mendapatkan imbalan apa-apa dari Rp. 3.000 yang mereka keluarkan. Dan pada hakikatnya, uang itu adalah uang taruhan sebuah perjudian.

Islam Adalah Satu-Satunya Agama nan Benar (1) Alaihi Wa Sallam



Satu-satunya agama nan benar, diridhai & diterima oleh Allah Azza wa Jalla adalah Islam. Adapun agama-agama lain, selain Islam, tak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Agama selain Islam, yaitu Nasrani, Yahudi, Kong Hu Chu, Hindu, Budha, Sinto & nan selainnya, tak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla, karena agama-agama tersebut telah mengalami penyimpangan nan fatal & telah dicampuri dgn tangan-tangan kotor manusia. Setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka orang Yahudi, Nasrani & nan lainnya wajib masuk ke dlm agama Islam, mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang nan telah diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa nan ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya. ” [Ali ‘Imran: 19]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Maka mengapa mereka mencari agama nan lain selain agama Allah, padahal apa nan ada dilangit & di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dgn suka maupun terpaksa & hanya kepada-Nya-lah mereka dikembalikan ?” [Ali ‘Imran: 83]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tak akan diterima, & di akhirat dia termasuk orang-orang nan rugi. ” [Ali ‘Imran: 85]
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
َاْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى.
“Islam itu tinggi & tak ada nan mengalahkan ketinggiannya. ” (*2)
Pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dlm Al-Qur-an bahwa Yahudi & Nasrani selalu berusaha utk menyesatkan kaum Muslimin & mengembalikan mereka kepada kekafiran, mengajak kaum Muslimin ke-pada agama Yahudi & Nasrani. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Banyak di antara ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dari dlm diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah & berlapang dadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. ” [Al-Baqarah: 109]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Dan orang-orang Yahudi & Nasrani tak akan ridha kepada kamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya). ' Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, maka tak akan ada bagimu Pelindung & Penolong dari Allah. ” [Al-Baqarah: 120]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ شَهِيدٌ عَلَىٰ مَا تَعْمَلُونَ قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آمَنَ تَبْغُونَهَا عِوَجًا وَأَنتُمْ شُهَدَاءُ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تُطِيعُوا فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَوَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنتُمْ تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ ۗ وَمَن يَعْتَصِم بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai ahli Kitab Mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha Menyaksikan apa nan kamu kerjakan?' Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai ahli Kitab Mengapa kamu menghalang-halangi orang-orang nan beriman dari jalan Allah, kamu menghendakinya (jalan Allah) bengkok, padahal kamu menyaksikan?' Dan Allah tak lengah terhadap nan kamu kerjakan. Wahai orang-orang nan beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang nan diberi al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikanmu menjadi orang kafir setelah beriman. Dan bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepadamu, & Rasul-Nya (Mu-hammad) pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa nan berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sungguh dia diberi petunjuk kepada jalan nan lurus. '” [Ali ‘Imran: 98-101]
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Islam satu-satunya agama nan benar, adapun selain Islam tak benar & tak diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu, agama selain Islam, yaitu Nasrani, Yahudi, Kong Hu Cu, Hindu, Budha, Shinto & nan lainnya, tak akan diterima oleh Allah, karena agama-agama tersebut telah mengalami penyim-pangan nan fatal & telah dicampuri dgn tangan-tangan kotor manusia. Setelah diutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka orang Yahudi, Nasrani & nan lainnya wajib masuk ke dlm Islam, mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kemudian ayat-ayat di atas juga menjelaskan bahwa orang Yahudi & Nasrani tak senang kepada Islam serta mereka tak ridha sampai umat Islam mengikuti mereka. Mereka berusaha utk menyesatkan umat Islam & me-murtadkan umat Islam dgn berbagai cara. Saat ini gencar sekali dihembuskan propaganda penyatuan agama, nan menyatakan konsep 1 Tuhan 3 agama. Hal ini tak bisa diterima, baik secara nash (dalil Al-Qur-an & As-Sunnah) maupun akal. Ini hanyalah angan-angan semu belaka. Kesesatan ini telah dibantah oleh Allah dlm Al-Qur-an:
وَقَالُوا لَن يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَن كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَبَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Dan mereka (Yahudi & Nasrani) berkata, ‘Tidak akan masuk Surga kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani. ' Itu (hanya) angan-angan mereka. Katakanlah, ‘Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang nan benar. Tidak Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, & ia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Rabb-nya & tak ada rasa takut pada mereka & mereka tak bersedih hati. '” [Al-Baqarah: 111-112]
Allah kemudian menjelaskan bahwa orang nan ikhlas & ittiba', tak ada kekhawatiran atas mereka, & mereka akan mendapat balasan nan menggembirakan di akhirat. Sedangkan propaganda tersebut merupakan tipuan mereka (orang Yahudi & Nasrani) agar kaum Muslimin keluar dari ke-Islamannya & memeluk agama Yahudi atau Nasrani. Bahkan mereka memberikan iming-iming bahwa dgn mengikuti agama mereka, orang Islam akan mendapat petunjuk. Sedangkan Allah Azza wa Jalla memerintahkan kita ini utk mengikuti agama Ibrahim Alaihissallam nan lurus, agama tauhid nan terpelihara. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ تَهْتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Dan mereka berkata, ‘Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk. ' Katakanlah, ‘(Tidak) tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim nan lurus. Dan dia tak termasuk orang nan mempersekutukan Allah. ” [Al-Baqarah: 135]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dgn kebathilan & (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya. ” [Al-Baqarah: 42]
Dalam tafsir Ibnu Jarir berkenaan dgn ini: “Dan janganlah kalian campuradukkan nan haq dgn nan bathil,” beliau membawakan pernyataan Imam Mujahid rahimahullah nan mengatakan, “Janganlah kalian mencampuradukkan antara agama Yahudi & Nasrani dgn agama Islam. “
Sementara dlm Tafsir Ibnu Katsir, Imam Qatadah rahimahullah berkata, “Janganlah kalian campuradukkan agama Yahudi & Nasrani dgn agama Islam, karena sesungguhnya agama nan diridhai di sisi Allah Azza wa Jalla hanyalah Islam. Sedangkan Yahudi & Nasrani adalah bid'ah bukan dari Allah Azza wa Jalla “
Sungguh, tafsir ini merupakan khazanah fiqih nan sangat agung dlm memahami Al-Qur-an.
Untuk itulah kewajiban kita ini bersikap hati-hati terhadap propaganda-propaganda sesat, nan menyatakan bahwa, ‘Semua agama adalah baik', ‘kebersamaan antar agama', ‘satu tuhan 3 agama', ‘persaudaraan antar agama', ‘persatuan agama', ‘perhimpunan agama samawi', ‘persatuan agama Ibrahimiyyah', ‘persatuan agama Ilahi', ‘persatuan kaum beriman', ‘pengikut millah', ‘persatuan umat manusia', ‘persatuan agama-agama tingkat nasional', ‘persatuan agama-agama tingkat internasional', ‘persaudaraan agama', ‘satu surga banyak jalan', ‘dialog antar umat beragama'. Muncul juga dgn nama ‘persaudaraan Islam Nasrani' atau ‘Himpunan Islam Nasrani Anti Komunisme' atau ‘Jaringan Islam Liberal (JIL)'.
Semua slogan & propaganda tersebut bertujuan utk menyesatkan umat Islam, dgn memberikan simpati atas agama Nasrani & Yahudi, mendangkalkan pengetahuan umat Islam tentang Islam nan haq, utk menghapus jihad, utk menghilangkan ‘aqidah al-wala wal bara' (cinta/loyal kepada kaum mukminin & berlepas diri dari selainnya), & mengembangkan pemikiran anti agama Islam. Dari semua sisi hal ini sangat merugikan Islam & umatnya.
Semua propaganda sesat tersebut merusak ‘aqidah Islam. Sedangkan ‘aqidah merupakan hal nan paling pokok & asas dlm agama Islam ini, karena agama nan mengajarkan prinsip ibadah nan benar kepada Allah Azza wa Jalla saja, hanyalah agama Islam.
Oleh karena itu, seorang nan beriman kepada Allah Azza wa Jalla sebagai Rabb-nya, Islam sebagai agamanya, & Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Nabinya, tak boleh ikut serta dlm seminar-seminar, perkumpulan, pertemuan, yayasan & organisasi mereka. tak boleh pula menjadi anggota mereka. Bahkan ia wajib menjauhinya, mewaspadainya & takut terhadap akibat buruknya. Ia harus menolaknya, memusuhinya & menampakkan penolakannya secara terang-terangan serta mengusirnya dari negeri kaum Muslimin. Ia wajib mengikis pemikiran sesat itu dari benak kaum Muslimin, membasmi sampai ke akar-akarnya, menolaknya, mengucilkannya & membendungnya. Pemerintah muslim wajib menegakkan sanksi murtad terhadap pengikut propaganda tersebut, setelah terpenuhi syarat-syaratnya & tak adanya penghalang. Hal itu dilakukan demi menjaga keutuhan agama & sebagai peringatan terhadap orang-orang nan mempermainkan agama, & dlm rangka mentaati Allah & Rasul-Nya serta demi tegaknya syari'at Islam nan suci.
Hendaknya setiap muslim mengetahui hakikat propaganda ini. Ia tak lain hanyalah benih-benih filsafat nan berkembang di alam politik nan akhir kesudahannya adalah kesesatan. Muncul dgn mengenakan baju baru utk memangsa korban dari kalangan kaum Muslimin. Memangsa ‘aqidah mereka, tanah air mereka & merenggut kekuasaan mereka. Target utama propaganda itu hanyalah Islam & kaum muslimin dlm bentuk sebagai berikut:
1. Menimbulkan kebimbangan terhadap Islam, mengacaukan pemahaman kaum Muslimin serta menjerumuskan kaum Muslimin dgn cara menyebarluaskan syahwat & syubhat.
2. Mendangkalkan cakupan agama Islam & kandungannya.
3. Memunculkan kaidah-kaidah nan bertujuan menguliti & mematikan ajaran Islam, melumpuhkan kaum Muslimin, mencabut & memupus akar keimanan dari dlm hati mereka.
4. Mengurai & memutuskan tali persaudaraan di antara kaum Muslimin di seluruh negeri Islam. Lalu menggantinya dgn persaudaraan baru nan terkutuk, yaitu persaudaraan Yahudi & Nasrani.
5. Membungkam pena & lisan kaum Muslimin dari pengkafiran Yahudi, Nasrani serta orang-orang nan telah dikafirkan oleh Allah Azza wa Jalla & Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
6. Menghapus hukum-hukum Islam nan diwajibkan atas kaum Muslimin terhadap Yahudi, Nasrani & orang-orang kafir lainnya.
7. Menahan & menghalangi kaum Muslimin dari puncak amal dlm Islam yaitu jihad fi sabilillah. Di antaranya adalah berjihad melawan ahli Kitab, Yahudi & Nasrani. Memerangi mereka karena Allah, serta memaksa mereka membayar jizyah (pajak) apabila menolak masuk Islam.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang nan tak beriman kepada Allah & hari Kemudian & mereka nan tak mengharamkan apa nan telah diharamkan oleh Allah & Rasul-Nya & mereka nan tak beragama dgn agama nan benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) nan telah diberikan Al-Kitab hingga mereka membayar jizyah (pajak) dgn patuh sedang mereka dlm keadaan tunduk. ” [At-Taubah: 29]
8. Merobohkan kaidah dasar agama Islam, yaitu kaidah al-wala' wal bara' (loyal & benci karena Allah Azza wa Jalla). Propaganda penyatuan agama ini berfungsi utk mematahkan sikap berlepas diri kaum Muslimin terhadap orang-orang kafir.
9. Menghembuskan pemikiran & sikap anti Islam nan bersembunyi di balik slogan persatuan agama-agama. Memisahkan umat Islam dari agama, menjauhkan syari'at nan tertuang dlm al-Qur-an & as-Sunnah dari kehidupan mereka. Dengan hal itu, mereka lebih leluasa menggiring kaum Muslimin kepada pemikiran Jahiliyyah & moral nan tercela.
10. Memadamkan inti ajaran Islam yaitu tauhid, keunggulannya, kejayaannya & keistimewaannya.
11. Memperlancar progam-progam kristenisasi dgn merobohkan benteng ‘aqidah kaum Muslimin serta memadamkan api perlawanan kaum Muslimin terhadap mereka.
12. Melebarkan sayap kekuasaan orang-orang kafir, Yahudi, Nasrani & orang-orang komunis di seluruh dunia, khususnya terhadap negara-negara Islam, lebih khusus lagi terhadap negara-negara Arab & terutama sekali terhadap pusat dunia Islam & ibu kotanya, yaitu Jazirah Arab.
Mereka juga berusaha utk memurtadkan umat Islam di Indonesia & ini sudah terbukti di beberapa daerah & propinsi.
Itulah target & tujuan utama propaganda keji tersebut Dan sangat disayangkan & merupakan musibah nan lebih besar lagi, adanya segelintir oknum dari kalangan kaum Muslimin & orang nan mengaku muslim menyambut positif propaganda keji tersebut Bahkan mendukung terselenggaranya seminar-seminar nan mereka adakan. Sehingga gaungnya lebih luas, berlomba-lomba menyambut seruan keji & konspirasi jahat orang-orang kafir itu
Propaganda ini, mulai dari asal usulnya, slogannya, pada hakikatnya merupakan musibah besar atas kaum Muslimin saat ini. Merupakan kekufuran nan sangat parah, mencampuradukkan Islam dgn kekufuran, haq dgn bathil, petunjuk dgn kesesatan, ma'ruf dgn mungkar, Sunnah dgn bid'ah serta ketaatan dgn maksiyat
Propaganda kepada penyatuan agama Islam dgn agama lainnya nan telah menyimpang & dihapus dgn syari'at Islam, merupakan kemurtadan nan nyata & kekufuran nan jelas. Hal itu disebabkan karena propaganda itu secara terang-terangan telah mencabut sendi-sendi Agama Islam, baik pada aspek ‘aqidah, amaliyah, & lainnya. Hukum ini merupakan kesepakatan nan tak boleh diselisihi oleh kaum Muslimin. Propaganda ini merupakan kancah peperangan baru melawan kaum salibis & melawan orang nan paling keras permusuhannya terhadap orang-orang nan beriman, yaitu Yahudi. Ini adalah perkara nan sangat serius, bukan main-main
Mereka tak henti-hentinya senantiasa berusaha siang & malam memurtadkan umat Islam, sebagaimana Allah berfirman:
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
“. . . Mereka tak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. . . ” [Al-Baqarah: 217]
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur'an & As-Sunnah nan Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
Referensi
(*1). Pembahasan lengkapnya lihat buku al-Ibthal Linazhariyyatil Khalthi baina Diinil Islam wa Ghairihi minal Adyaan karya Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid, cet. Daar ‘Alamul Fawa-id, cet II/ th. 1421 H.
(*2). HR. Ad-Daruquthni (III/ 181 no. 3564), tahqiq Syaikh ‘Adil Ahmad ‘Abdul Maujud & Syaikh ‘Ali Mu'awwadh, Darul Ma'rifah, th. 1422 H) & al-Baihaqy (VI/205) dari Shahabat ‘Aidh bin ‘Amr al-Muzany Radhiyallahu anhu. Lihat Irwaa-ul Ghalil (V/106 no. 1268) oleh Syaikh al-Albany rahimahullah
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas tags: Alaihi Wa Sallam, Agama Islam, Nabi Muhammad, Orang Yahudi, Tidak Akan

Melihat Kepada Orang nan Lebih Rendah Kedudukannya Dalam Hal Materi Dan Penghidupan Alaihi Wa Sallam


 
Wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Kepada Abu Dzar Al-Ghifari
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ: بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.
Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dgn 7 hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin & dekat dgn mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang nan berada di bawahku & tak melihat kepada orang nan berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya & upaya kecuali dgn pertolongan Allah), (5) aku diperintah utk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tak takut celaan orang nan mencela dlm berdakwah kepada Allah, & (7) beliau melarang aku agar tak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia”.
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh imam-imam ahlul-hadits, di antaranya:
1. Imam Ahmad dlm Musnadnya (V/159).
2. Imam ath-Thabrani dlm al-Mu'jamul-Kabîr (II/156, no. 1649), & lafazh hadits ini miliknya.
3. Imam Ibnu Hibban dlm Shahîh-nya (no. 2041-al-Mawârid).
4. Imam Abu Nu'aim dlm Hilyatu- Auliyâ` (I/214, no. 521).
5. Imam al-Baihaqi dlm as-Sunanul-Kubra (X/91).
Dishahîhkan oleh Syaikh al-‘Allamah al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albâni rahimahullah dlm Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2166).
FIQIH HADITS (2): MELIHAT KEPADA ORANG nan LEBIH RENDAH KEDUDUKANNYA DALAM HAL MATERI DAN PENGHIDUPAN
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita ini agar melihat orang nan berada di bawah kita ini dlm masalah kehidupan dunia & mata pencaharian. Tujuan dari hal itu, agar kita ini tetap mensyukuri nikmat nan telah Allah berikan kepada kita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.
“Lihatlah kepada orang nan berada di bawahmu & jangan melihat orang nan berada di atasmu, karena nan demikian lebih patut, agar kalian tak meremehkan nikmat Allah nan telah diberikan kepadamu” (*1).
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang Muslim melihat kepada orang nan di atas. Maksudnya, jangan melihat kepada orang kaya, banyak harta, kedudukan, jabatan, gaji nan tinggi, kendaraan nan mewah, rumah mewah, & lainnya. Dalam kehidupan dunia terkadang kita ini melihat kepada orang-orang nan berada di atas kita. Hal ini merupakan kesalahan nan fatal. Dalam masalah tempat tinggal, misalnya, terkadang seseorang hidup bersama keluarganya dgn “mengontrak rumah”, maka dgn keadaannya ini hendaklah ia bersyukur karena masih ada orang-orang nan tak memiliki tempat tinggal & tidur beratapkan langit. Begitu pun dlm masalah penghasilan, terkadang seseorang hanya mendapat nafkah nan hanya cukup utk makan hari nan sedang dijalaninya saja, maka dlm keadaan ini pun ia harus tetap bersyukur karena masih ada orang-orang nan tak memiliki penghasilan & ada orang nan hanya hidup dari menggantungkan harapannya kepada orang lain.
Sedangkan dlm masalah agama, ketaatan, pendekatan diri kepada Allah, meraih pahala & surga, maka sudah seharusnya kita ini melihat kepada orang nan berada di atas kita, yaitu para nabi, orang-orang nan jujur, para syuhada, & orang-orang nan shalih. Apabila para salafush-shalih sangat bersemangat dlm melakukan shalat, puasa, shadaqah, membaca Al-Qur`ân, & perbuatan baik lainnya, maka kita ini pun harus berusaha melakukannya seperti mereka. Dan inilah nan dinamakan berlomba-lomba dlm kebaikan.
Dalam masalah berlomba-lomba meraih kebaikan ini, Allah Tabarâka wa Ta'ala berfirman:
“Dan utk nan demikian itu, hendaknya orang berlomba-lomba”. [al-Muthaffifîn/83:26].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita ini melihat kepada orang nan berada di bawah kita ini dlm masalah dunia, agar kita ini menjadi orang-orang nan bersyukur & qana'ah. Yaitu merasa cukup dgn apa nan Allah telah karuniakan kepada kita, tak hasad & tak iri kepada manusia.
Apabila seorang muslim hanya mendapatkan makanan utk hari nan sedang ia jalani sebagai kenikmatan nan paling besar baginya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyinggung hal ini dlm sabdanya:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ، مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ، وَعِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا.
“Siapa saja di antara kalian nan merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan pada badannya, & ia memiliki makanan utk harinya itu, maka seolah-olah ia telah memiliki dunia seluruhnya”. (*2)
Abu Dzar Radhiyallahu 'anh adalah teladan kita ini dlm hal ini. Beliau mencari makan utk hari nan sedang dijalaninya, sedangkan utk esok harinya beliau mencarinya lagi. Beliau melakukan nan demikian itu terus-menerus dlm kehidupannya. Mudah-mudahan Allah meridhai beliau.
PENUTUP
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat utk penulis & para pembaca, & wasiat Rasulullah ini dapat kita ini laksanakan dgn ikhlas karena Allah Ta'ala. Mudah-mudahan shalawat & salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, juga kepada kelurga & para sahabat beliau.
Akhir seruan kami, segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Ramadhan (06-07)/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Referensi
(*1). Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6490), Muslim (no. 2963), at-Tirmidzi (no. 2513), & Ibnu Majah (no. 4142), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
(*2). Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2346), Ibnu Majah (no. 4141), & al-Bukhari dlm al-Adabul-Mufrad (no. 300), & selainnya. Dari ‘Ubaidullah bin Mihshan Radhiyallahu 'anhu. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2318).
Marâji':
1. Al-Qur`ânul-Karim & terjemahannya, terbitan Departemen Agama.
2. al-Adabul-Mufrad.
3. Al-Mu'jamul-Kabîr.
4. An-Nihâyah fî Gharîbil-Hadîts.
5. As-Sunanul-Kubra.
6. As-Sunnah libni Abi ‘Ashim.
7. Al-Washâya al-Mimbariyyah, karya ‘Abdul-‘Azhim bin Badawi al-Khalafi.
8. Hilyatul Auliyâ`.
9. Irwâ`ul Ghalîl fî Takhriji Ahâdîtsi Manâris Sabîl.
10. Lisânul-‘Arab.
11. Mawâridizh Zhamm`ân.
12. Mufrâdât Alfâzhil-Qur`ân.
13. Musnad ‘Abd bin Humaid.
14. Musnad al-Humaidi.
15. Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaini. Karya Imam al-Hakim an-Naisaburi.
16. Musnad Imam Ahmad.
17. Qathî`atur Rahim; al-Mazhâhir al-Asbâb Subulul ‘Ilâj, oleh Syaikh Muhammad Ibrahim al-Hamd.
18. Shahîh al-Bukhari.
19. Shahîh Ibni Hibban.
20. Shahîh Ibni Khuzaimah.
21. Shahîh Muslim.
22. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah.
23. Sunan Abu Dawud.
24. Sunan an-Nasâ`i.
25. Sunan at-Tirmidzi.
26. Sunan Ibni Majah.
27. Syarah Shahîh Muslim.
28. Syarhus Sunnah lil Imam al-Baghawi.
29. Tafsîr Ibni Jarir ath-Thabari, Cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut.
30. Tafsîr Ibni Katsir, Cet. Darus-Salam, Riyadh.
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas tags: Alaihi Wa Sallam, Wasiat Rasulullah

Kewajiban-Kewajiban Shalat Alaihi Wa Sallam



B. Kewajiban-Kewajiban Shalat
1. Takbir al-intiqal (takbir nan mengiringi perubahan gerakan) & ucapan:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri hendak shalat, maka beliau bertakbir ketika berdiri. Kemudian bertakbir ketika ruku', kemudian mengucapkan: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ (Allah mendengar orang nan memuji-Nya)” ketika mengangkat punggungnya dari ruku'. Kemudian mengucapkan, “رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ (Rabb kami, untuk-Mu segala puji)” sambil berdiri. Kemudian bertakbir ketika menyungkur sujud. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya. Kemudian bertakbir ketika bersujud. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya. Kemudian melakukan semua itu pada semua shalatnya hingga selesai. Beliau bertakbir ketika bangkit dari raka'at kedua setelah duduk (tasyahhud). ” (*1)

Beliau juga bersabda:
“صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ. “
“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat. ” (*2)
Beliau juga menyuruh orang nan tak menyempurnakan shalatnya & berkata, “Sesungguhnya belumlah sempurna shalat seseorang dari manusia hingga ia berwudhu' kemudian meletakkan air wudhu'nya (tempat wudhu'nya) kemudian bertakbir & memuji & menyanjung Allah Azza wa Jalla. Lalu membaca (beberapa ayat) al-Qur-an sesuka hatinya. Kemudian mengucapkan: “اللهُ أَكْبَرُ (Allah Mahabesar). ” Kemudian ruku' hingga persendiannya tenang. Lalu mengucapkan: “سَـمِعَ اللهُ لِـمَنْ حَـمِِدَه” hingga berdiri tegak. Kemudian mengucapkan: “اللهُ أَكْبَرُ”. Kemudian sujud hingga persendiannya tenang. Kemudian mengucapkan: “اللهُ أَكْبَـرُ” sambil mengangkat kepalanya hingga duduk tegak. Kemudian mengucap-kan: “اللهُ أَكْبَرُ”. Kemudian bersujud hingga tenang persendiannya. Kemudian mengangkat kepalanya lalu bertakbir. Jika dia melakukan itu, maka telah sempurnalah shalatnya. ” (*3)

2. Tasyahhud awal
Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian duduk pada setiap raka'at, maka katakanlah:
“اَلتَّحِيَّـاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَـاتُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَـاتُهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْـنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْـهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. “
‘Segala penghormatan hanya bagi Allah. Begitu pula semua pengagungan & kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpah-kan atas engkau, wahai Nabi. Begitu pula kasih sayang Allah & berkah-Nya. Mudah-mudahan kesejahteraan tercurahkan atas kita ini semua & para hamba Allah nan shalih. Aku ber-saksi tak ada ilah nan layak diibadahi selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba & Rasul-Nya. ' Setelah itu hendaklah salah seorang di antara kalian memilih do'a nan ia sukai. Lalu hendaklah ia menyeru Rabb-nya Azza wa Jalla dengannya (do'a itu). ” (*4)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm juga menyuruh orang nan buruk shalatnya & mengatakan, “Jika engkau duduk dlm pertengahan shalat, maka tenangkanlah dirimu, gelarlah paha kirimu kemudian bertasyahhudlah. ” (*5)

3. Wajib meletakkan sutrah (pembatas) di hadapannya jika hendak shalat. Pembatas itu utk menghalangi orang nan lewat & membatasi pandangannya dari melihat apa nan berada di baliknya
Dari Sahl bin Abi Hatsmah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِِِِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ، وَلِيَدْنُ مِنهَا، لاَ يَقْطَعُ الشَّيطَانُ عَلَيْهِ صَلاَتَهُ.
“Jika salah seorang di antara kalian shalat, maka hendaklah shalat menghadap ke pembatas & mendekat padanya agar syaitan tak memutus shalatnya. ” (*6)
Dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ، وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ، فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ.
“Janganlah engkau shalat kecuali menghadap ke pembatas. Dan janganlah engkau biarkan seorang pun lewat di depanmu. Jika dia membantah, maka perangilah (lawanlah) ia. Karena sesungguhnya ia bersama syaitan. ” (*7)
Pembatas bisa berupa tembok, drum, tongkat nan dibenamkan, & hewan tunggangan nan ditambatkan. Hendaklah ia shalat dgn menghadap ke sana. Ukuran minimalnya adalah seperti pelana tunggangan.
Berdasarkan hadits Musa bin Thalhah dari ayahnya, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ، وَلاَ يُبَالِ مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذلِكَ.
“Jika salah seorang telah meletakkan (pembatas) seukuran pelana di hadapannya, maka hendaklah ia shalat. Dan janganlah ia hiraukan siapa saja nan lewat di belakang (pembatas) itu. ” (*8)
C. Jarak Kedekatan Antara Orang nan Shalat & Pembatasnya
Dari Bilal Radhiyallahu anhu, dia mengatakan:
أَنَّهُ صَلَّّى وَبَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِدَارِ نَحْوَ مِنْ ثَلاَثَةِ أَذْرَعِ.
“Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat. Sedangkan antara dia & tembok berjarak 3 siku (hasta). ” (*9)
Juga dari Sahl bin Sa'd Radhiyallahu anhu, dia berkata:
كَانَ بَيْنَ مُصَلَّى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ الْجِدَارِ مَمَرُّ الشَّاةِ.
“Jarak antara tempat sujud Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dgn tembok adalah selebar jalan kambing. ” (*10)
Jika telah meletakkan pembatas, maka janganlah membiarkan seorang pun lewat antara dia & pembatas.
Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَـانَ يُصَلِّي فَمَرَّتْ شَاةٌ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَسَاعَاهَا إِلَى الْقِبْلَةِ حَتَّى أَلْزَقَ بَطْنَهُ بِالْقِبْلَةِ.
“Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat. Kemudian seekor kambing lewat di hadapannya, maka beliau pun mendahuluinya ke kiblat hingga beliau tempelkan perutnya ke kiblat. ” (*11)
Juga dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلاَ يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهَ، وَلْيَدْرَأُهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ الشَّيْطَانُ.
“Jika kalian shalat, maka janganlah membiarkan seorang pun lewat di depannya. Dan hendaklah ia tahan semampunya. Jika dia membangkang, maka perangilah (lawanlah), karena sesungguhnya ia adalah syaitan. ” (*12)
Jika tak meletakkan pembatas, maka shalatnya dapat terputus oleh keledai, wanita, & anjing hitam (yang lewat di depannya-ed. ):
Dari 'Abdullah bin ash-Shamit, dari Abu Dzar, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قَـامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّهُ يُسْتَرَهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ آخِرَةِ الرَّحْلِ. فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلاَتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ. قُلْتُ: يَا أَبَا ذَرٍّ مَا بَالُ الْكَلْبِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْكَلْبِ اْلأَحْمَرِ وَمِنَ الْكَلْبِ اْلأَصْفَرِ؟ قَالَ: يَا ابْنَ أَخِيْ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِيْ فَقَالَ: “اَلْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ. “
“Jika salah seorang dari kalian shalat, maka dia terbatasi jika di hadapannya terdapat (pembatas) seukuran pelana hewan tunggangan. Jika di hadapannya tak terdapat (pembatas) seukuran pelana hewan tunggangan, maka shalatnya terputus oleh keledai, wanita, & anjing hitam. ” Aku berkata, “Wahai Abu Dzarr, apa bedanya antara anjing hitam dgn anjing merah atau anjing kuning?” dia berkata, “Wahai anak saudaraku, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana engkau bertanya kepadaku. Lalu beliau menjawab, “Anjing hitam adalah syaitan. ” (*13)
Diharamkan lewat di depan orang nan sedang shalat.
Dari Abu Juhaim Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ.
“Seandainya orang nan lewat di depan orang nan shalat mengetahui balasan nan menimpanya, niscaya berdiri selama 4 puluh lebih baik baginya daripada lewat di depannya. ” (*14)
Pembatas imam adalah pembatas bagi makmum
Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata:
أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى أَتَـانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَـاهَزْتُ اْلاِحْتِلاَمَ وَرَسُـوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ بِمِنَى. فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيِ الصَّفِّ، فَنَزَلْتُ فَأَرْسَلْتُ اْلأَتَانِ تَرْتَعُ. وَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ. فَلَمْ يُنْكِرْ ذلِكَ عَلَيَّ أَحَدٌ.
“Aku tiba dgn mengendarai unta betina. Sedangkan aku pada waktu itu telah baligh. Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang mengimami manusia di Mina. Lalu aku lewat di depan shaff, maka aku turun & melepaskan unta betina agar makan. Aku masuk shaff & tak seorang pun mencelaku atas perbuatan itu. ” (*15)
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
Referensi
(*1). Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/272 no. 289)], Shahiih Muslim (I/293 no. 392 (28)), & Sunan an-Nasa-i (II/233).

(*2). Shahih: [Irwaa'ul Ghaliil (no. 262)] & Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/ 111 no. 631).

(*3). Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 763)] & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (III/99 & 100 no. 842).

(*4). Shahih: [Irwaa'ul Ghaliil (no. 336)] & Sunan an-Nasa-i (II/238).

(*5). Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 766)] & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (III/102 no. 840).

(*6). Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 722)], Mustadrak al-Hakim (I/251), ini adalah lafazh darinya. Dan pada Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/388 no. 681), Sunan an-Nasa-i (II/62), dgn lafazh:
إِِِِذَا صلَّى أَحَدُكُمِ إِلَى سُتْرَةٍ. . . إلخ.

(*7). Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 62)] & Shahiih Ibni Khuzaimah (II/9 no. 800).

(*8). Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (339)], Shahiih Muslim (I/358 no. 499), Sunan at-Tirmidzi (I/210 no. 334), & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/380 no. 671), dgn lafazh serupa.

(*9). Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 62)] & Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/579 no. 506).

(*10). Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/574 no. 496)], Shahiih Muslim (I/364/508), & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/389 no. 682), dgn lafazh serupa.

(*11). Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 64)] & Shahiih Ibni Khuzaimah (II/20 no. 827).

(*12). Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 338)] & Shahiih Muslim (I/326 no. 505)

(*13). Shahih: [Shahiih al-Jaami'ush Shaghiir (no. 719)], Shahiih Muslim (I/365 no. 510), Sunan an-Nasa-i (II/63), Sunan at-Tirmidzi (I/212 no. 337), & Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/394 no. 688).

(*14). Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/584 no. 510)], Shahiih Muslim (I/363 no. 507), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/393 no. 687), Sunan at-Tirmidzi (I/210 no. 235), Sunan an-Nasa-i (II/66), & Sunan Ibni Majah (I/304 no. 945).

(*15). Muttafaq 'alaihi: [Shahiih Muslim (I/361 no. 504)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma'buud) (II/403 no. 701), Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/571 no. 493), dgn tambahan: “بِمِنَى إِلَى غَيْرِجِدَارِ (di Mina tanpa menghadap ke tembok). ” Riwayat ini tak menafikan selain tembok. Karena sudah dikenal bahwa termasuk kebiasaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah beliau tak shalat di lapangan terbuka melainkan meletakkan (menancapkan) tombak di hadapannya.
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi tags: Alaihi Wa Sallam, Abu Hurairah

Apa Hukumnya Mencium Mushaf Al-Qur'an nan Sering Dilakukan Sebagian Kaum Muslimin ?



Pertanyaan.
ditanya: Apa hukumnya mencium mushaf Al-Qur'an nan sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin ?
Jawaban.
Kami yakin perbuatan seperti ini masuk dlm keumuman hadits-hadits tentang bid'ah. Diantaranya hadits nan sangat terkenal.
Artinya ” Hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara (ibadah) nan diada-adakan, sebab semua ibadah nan diada-adakan (yang tak ada contohnya dari Rasul) adalah bid'ah, & semua bid'ah adalah sesat” [Shahih Targhib wa Tarhib 1/92/34]
Dalam hadits lain disebutkan.
Artinya ” Dan semua nan sesat tempatnya di neraka” [Shalat Tarawih hal. 75]
Banyak orang nan berpendapat bahwa mencium mushaf adalah merupakan perbuatan nan bertujuan utk menghormati & memuliakan Al-Qur'an. Betul . . . , kami sependapat bahwa itu sebagai penghormatan terhadap Al-Qur'an. Tapi nan menjadi masalah: Apakah penghormatan terhadap Al-Qur'an dgn cara seperti itu dibenarkan . ?
Seandainya mencium mushaf itu baik & benar, tentu sudah dilakukan oleh orang nan paling tahu tentang kebaikan & kebenaran, yaitu Rasulullah ? & para sahabat, sebagaimana kaidah nan dipegang oleh para ulama salaf.
Artinya ” Seandainya suatu perkara itu baik, niscaya mereka (para sahabat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam) telah lebih dulu melakukannya”
Itulah patokan kami.
Pandangan berikutnya adalah, “Apakah hukum asal mencium mushaf itu boleh atau dilarang?” Ada sebuah hadits shahih nan diriwayatkan oleh Imam Bukhari & Muslim nan sangat pantas utk kita ini renungkan. Dari hadits ini insya Allah kita ini bisa tahu betapa kaum muslimin hari ini sangat jauh berbeda dgn para pendahulu mereka (salafush shalih) dlm hal memahami agama & dlm menyikapi perkara-perkara ibadah nan tak dicontohkan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh 'Abis bin Rabi'ah, dia berkata: “Aku melihat Umar bin Kahthtab Radhiyallahu ;anhu mencium Hajar Aswad & berkata.
Artinya ” Sungguh aku tahu engkau adalah batu nan tak bisa memberi mudharat & tak bisa memberi manfaat. Kalau bukan karena aku melihat Rasulullah mencium engkau, maka aku tak akan menciummu” [Shahih Targhib wa Tarhib 1/94/41]
Disebutkan dlm hadits lain bahwa.
Artinya ” Hajar Aswad adalah batu dari surga” [Shahihul Jaami' No. 3174]
Yang jadi masalah . . . kenapa Umar Radhiyallahu anhu mencium Hajar Aswad ? Apakah karena Hajar Aswad tersebut berasal dari tempat nan mulia yaitu surga ? Ternyata tidak, Umar mencium batu tersebut bukan karena kemuliaan batu tersebut & bukan karena menghormatinya tetapi Umar mencium karena dia mengikuti sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam (Lihatlah . . . . betapa Umar Radhiyallahu 'anhu lebih mendahulukan dalil dgn mencontoh kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada mendahulukan akalnya. Dan demikian sifat & sikap semua para sahabat, -pent-).
Lalu sekarang . . . bolehkan kita ini mencium mushaf Al-Qur'an dgn alasan utk menghormati & memuliakan-Nya sementara tak ada dalil bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam & para sahabat mencium mushaf ? Kalau cara beragama kita ini mengikuti para sahabat, tentu kita ini tak akan mau mencium mushaf itu karena perbuatan tersebut tak ada dalilnya (tidak ada contoh dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam). Tapi kalau cara beragama kita ini mengikuti selera & akal kita ini serta hawa nafsu, maka kita ini akan berani melakukan apa saja nan penting masuk akal.
Contoh kedua adalah ketika Abu Bakar & Umar Radhiyallahu 'anhuma bersepakat utk mengumpulkan Al-Qur'an dlm 1 mushaf. Lalu mereka berdua menyerahkan tugas ini kepada Zaid bin Tsabit. Bagaimana komentar & sikap Zaid ? Dia berkata, “Bagaimana kalian akan melakukan sesuatu nan tak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?” Begitulah para sahabat semuanya selalu melihat contoh dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dlm semua urusan agama mereka. Sayang sekali semangat seperti ini tak dimiliki oleh sebagian besar kaum muslimin hari ini.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang nan paling berhak & paling tahu bagaimana cara memuliakan Al-Qur'an. Tapi beliau tak pernah mencium Al-Qur'an. Sebagian orang jahil mengatakan, “Kenapa mencium mushaf tak boleh dgn alasan tak ada contoh dari Rasul? Kalau begitu kita ini tak boleh naik mobil, naik pesawat, & lain-lain, karena tak ada contohnya dari Rasul . . . ?”
Ketahuilah bahwa bid'ah nan sesat (yang tak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) hanya ada dlm masalah agama. Adapun masalah dunia, hukum asalnya semuanya mubah (boleh), kecuali nan dilarang oleh Allah & Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka seorang nan naik pesawat dlm rangka menunaikan ibadah haji ke Baitullah adalah boleh, walaupun naik pesawat utk pergi haji itu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. nan tak boleh adalah naik pesawat utk pergi haji ke Negeri Barat. Ini jelas bid'ah, karena haji itu masalah agama nan harus mencontoh Rasul Shallallahu 'alahi wa sallam di dlm pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan di Makkah & tak boleh di tempat lain.
Maka perkara ibadah adalah semua perkara nan dilakukan dgn tujuan ber-taqarrub (mendekatkan diri ) kepada Allah & kita ini tak boleh ber-taqarrub kepada Allah kecuali dgn sesuatu nan telah disyariatkan oleh Allah.
Untuk memahami & menguatkan hadits, “Setiap bid'ah adalah sesat”, ada sebuah kaidah nan datang dari para ulama salaf.
Artinya ” Jika bid'ah sudah merajalela, maka sunnah pasti akan mati”
Dengan mata kepala saya sendiri saya melihat & merasakan kebenaran kaidah tersebut, katika bid'ah-bid'ah sudah banyak dilakukan orang dlm berbagai macam keadaan.
Orang-orang nan berilmu & mempunyai banyak keutamaan tak pernah mencium mushaf ketika mereka mengambilnya utk dibaca, padahal mereka adalah orang-orang nan selalu mengamalkan isi Al-Qur'an. Sementara orang-orang awam nan kerjanya mencium mushaf, hampir semua dari mereka adalah orang-orang nan perilakunya jauh & menyimpang dari isi Al-Qur'an.
Demikianlah orang-orang nan melaksanakan sunnah, dia akan jauh dari bid'ah. Sebaliknya orang-orang nan melakukan bid'ah, dia pasti akan jauh dari sunnah. Maka tepat sekali kaidah di atas: “Jika bid'ah sudah merajalela, sunnah pasti akan mati”.
Ada contoh lain lagi. Di beberapa tempat, banyak orang nan sengaja berdiri ketika mereka mendengar adzan. Padahal di antara mereka ini adalah orang-orang fasik nan selalu berbuat maksiat.
Ketika mereka ditanya: “Kenapa Anda berdiri ?” Jawab mereka: “Untuk mengagungkan Allah”. Begitulah cara mereka mengagungkan Allah dgn cara nan salah, kemudian setelah itu mereka tak pergi ke masjid utk shalat berjama'ah tetapi malah kembali bermain kartu atau catur, & mereka merasa telah mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari mana ceritanya sampai mereka berbuat demikian? Jawabannya adalah dari sebuah hadits plasu, bahkan hadits nan tak ada asal-usulnya, yaitu.
Artinya ” Jika kalian mendengar adzan, maka berdirilah” [Adh-Dhaifah No. 711]
Sebetulnya hadits tersebut ada asalnya, tetapi isinya telah diubah oleh sebagian rawi (periwayat) pembohong & rawi-rawi nan lemah hapalannya. Kata “berdirilah” dlm hadits tersebut sebenarnya aslinya adalah “ucapkanlah”.
Jadi nan sebenarnya hadits tersebut berbunya.
Artinya ” Jika kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah (seperti lafadz adzan tersebut)” [Shahih Muslim No. 184]
Demikialah, syetan menjadikan bid'ah itu indah & baik di mata manusia. Dengan melakukan bid'ah-bid'ah tersebut, orang-orang merasa telah menjadi seorang mukmin nan mengagungkan syiar-syiar Allah, dgn cara mencium mushaf atau berdiri ketika mendengar adzan.
Akan tetapi kenyataannya mereka adalah orang-orang nan pengamalannya jauh dari Al-Qur'an. Kebanyakan mereka adalah orang-orang nan meninggalkan shalat. Kalau toh di antara mereka ada nan shalat, mereka masih makan barang haram, makan hasil riba atau memberi nafkah (keluarganya) dari hasil riba, atau menjadi perantara riba, & perbuatan lain nan berbau maksiat.
Oleh karena itu tak boleh tidak, kita ini harus membatasi diri kita ini dlm ketaatan & peribadatan kepada Allah hanya dgn sesuatu nan telah disyariatkan oleh Allah. Jangan kita ini tambah-tambah syariat Allah tersebut, walaupun 1 huruf. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda.
Artinya ” Apapun nan Allah perintahkan kepada kalian, semuanya telah aku sampaikan. Dan apapun nan Allah larang, semuanya telah aku sampaikan” [Ash-Shahihah No. 1803]
Coba tanyakan kepada orang-orang nan suka mencium mushaf & suka berdiri ketika mendengar adzan: “Apakah anda lakukan semua ini dlm rangka beribadah utk ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah)?” Kalau mereka bilang: “Ya” Maka katakan kepada mereka: Tunjukkan kepada kami dalil dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam” Kalau mereka tak bisa menunjukkan dalil, maka katakan bahwa perbuatan itu adalah bid'ah, & semua bid'ah adalah sesat, & semua sesat pasti di neraka.
Mungkin diantara kita ini ada nan mengatakan bahwa hal ini adalah masalah nan sangat ringan & sepele. Pantaskah masalah sekecil ini dikatakan sesat & pelakunya akan masuk neraka ?”
Kalimat nan berbau syubhat ini telah dibantah oleh Imam Syatibi: “Sekecil apapun bid'ah itu, dia tetap sesat. Jangan kita ini melihat bid'ah itu hanya wujud bid'ahnya saja (seperti mencium mushaf, berdiri ketika mendengar adzan, ushollii, adzan utk mayit, & seterusnya -pent-), tetapi mari kita ini lihat, mau dikemanakan perbuatan-perbuatan bid'ah nan menurut kita ini kecil & sepele itu?
Ternyata perbuatan ini akan dimassukkan ke dlm sesuatu nan besar, agung, mulia & sempurna yaitu ajaran Islam nan datangnya dari Allah & Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Seolah-olah ajaran Allah & Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam itu belum begitu baik & belum begitu sempurna sehingga masih perlu diperbaiki & disempurnakan dgn bid'ah-bid'ah tersebut. Dari sini sangat pantas kalau bid'ah itu dinilai sebagai perbuatan sesat.
[Disalin kitab Kaifa Yajibu 'Alaina Annufasirral Qur'anal Karim, edisi Indonesia Tanya Jawab Dalam Memahami Isi Al-Qur'an, Penulis , terbitan Pustaka At-Tauhid, penerjemah Abu Abdul Aziz]
BOLEHKAH MEMBAWA MUSHAF KE DALAM KAMAR MANDI
Pertanyaan.
ditanya: Bolehkah seseorang membawa mushaf di sakunya ke dlm kamar mandi karena khawatir mushaf itu akan hilang atau kelupaan jika ditaruh di luar?
Jawaban
Seseorang nan menaruh mushaf dlm sakunya kemudian masuk ke kamar mandi, tak berdosa, karena mushaf tersebut tak dlm keadaan terbuka, tetapi tertutup dlm saku. Dan ini tak ada bedanya dgn orang nan masuk ke kamar mandi & dlm hatinya terdapat seluruh isi Al-Qur'an (hafidzh).
Secara makna hal ini tak ada bedanya. Bedanya hanya terletak pada penghormatan terhadap Al-Qur'an tersebut. Jika seseorang masuk kamar mandi dgn membawa mushaf dlm sakunya, sedangkan ia tetap meghormati Al-Qur'an dgn cara menutupnya (maka hal ini tidaklah mengapa, -pent), adapun jika mushaf itu nampak, berarti ia tak menghormati Al-Qur'an. Dan seperti inilah nan dilarang.
[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madinah Al-Munawarah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Penulis Penerjemah Taqdir Muhammad Arsyad, Penerbit media Hidayah]
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani tags: Alaihi Wa Sallam, Shalat Tarawih, Hajar Aswad, Imam Bukhari, Ulama Salaf, Al Qur, Insya Allah, Banyak Orang

Hukum Memakan Bawang Putih, Bawang Merah Sebelum Shalat Berjama'ah Di Masjid


Pertanyaan
ditanya: Dalam sebuah hadits dsiebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu wa sallam bersabda.
Artinya ” Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah ia mendekati masjid kami & hendaklah ia shalat di rumahnya, karena sesungguhnya para malaikat itu juga terganggu dgn apa-apa nan mengganggu manusia” [Al-Bukhari, kitab Adzan 854, Muslim, kitab Al-Masajid 564]
Apakah ini berarti bahwa orang nan memakan barang-barang tersebut tak boleh shalat di masjid hingga berlalu waktu makanannya, atau berarti memakan barang-barang tersebut tak diperbolehkan bagi orang nan berkewajiban melaksanakan shalat secara berjama'ah?
Jawaban.
Hadits ini & hadits-hadits lainnya nan semakna menunjukkan makruhnya seorang muslim mengikuti shalat berjama'ah selama masih ada bau barang-barang tersebut, karena akan mengganggu orang nan di dekatnya, baik itu karena memakan kuras (bawang daun), bawang merah atau bawang putih atau barang lainnya nan menyebabkan bau tak sedap, seperti mengisap rokok, sampai baunya hilang. Perlu diketahui, bahwa rokok itu, selain baunya nan busuk, hukumnya juga haram, karena bahayanya banyak & keburukannya sudah jelas. Ini termasuk dlm cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Artinya ” Dan menghalalkan bagi mereka segala nan baik & mengharamkan bagi mereka segala nan buruk” [Al-A'raf: 157]
Dan firman-Nya.
Artinya ” Mereka menanyakan kepadamu, “Apakah nan dihalalkan bagi mereka”. Katakanlah bagimu nan baik-baik” [Al-Ma'idah: 4]
Sebagaimana diketahui, bahwa rokok termasuk hal-hal nan tak baik, dgn begitu rokok termasuk nan diharamkan terhadap umat ini. Adapun batasan 3 hari, saya tak tahu adanya dalil tentang ini.
Dan hanya Allah-lah nan berkuasa memberi petunjuk.
[Kitab Ad-Da'wah, hal. 81-82]
HUKUM MEMAKAN KURAS (BAWANG DAUN), BAWANG PUTIH ATAU BAWANG MERAH DAN DATANG KE MASJID
Pertanyaan
ditanya: Telah diriwayatkan dlm hadits shahih, larangan terhadap orang nan makan bawang merah, bawang putih, atau kuras (bawang daun) lalu pergi ke masjid. Apakah dapat ditambahkan pada hal-hal tersebut sesuatu nan mempunyai bau busuk & haram seperti rokok? Dan apakah hal itu berarti bahwa orang nan telah makan hal-hal tersebut diberi kelonggaran utk meninggalkan shalat berjama'ah sehingga ia tak berdosa bila meninggalkannya?
Jawaban
Telah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
Artinya ” Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah ia mendekati masjid kami & hendaklah ia shalat di rumahnya” [Al-Bukhari, kitab Al-Adzan 855, Muslim, kitab Al-Masajid 73, 564]
Dan telah diriwayatkan pula dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.
Artinya ” Sesungguhnya para malaikat itu juga terganggu dgn apa-apa nan mengganggu manusia” [Al-Bukhari, kitab Al-Adzan 854, Muslim, kitab Al-Masajid 564]
Semua nan beraroma busuk, hukumnya sama dgn hukum bawang putih & bawang merah, seperti mengisap rokok, juga orang nan ketiaknya bau atau lainnya, nan mengganggu orang lain nan di dekatnya, maka ia dimakruhkan utk shalat berjama'ah, sampai ia mengggunakan sesuatu nan dapat menghilangkan bau tersebut.
Yang wajib baginya ialah melakukan hal itu (meghilangkan baunya) semaksimal mungkin, agar ia dapat melakukan shalat berjama'ah sesuai nan diwajibkan oleh Allah.
Adapun merokok, maka hal itu haram secara mutlak, wajib utk ditinggalkan setai saat, karena bisa membahayakan terhadap agama, badan & harta. Semoga Allah memperbaiki kondisi kaum muslimin & memberi petunjuk kepada mereka utk kebaikan.
[Fatawa MuhimmahTataallaqu Bish Shalah, hal. 61-62]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjmah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz tags: Bawang Merah, Bawang Putih, Bawang Daun, Daun Bawang, Alaihi Wa Sallam, Masih Ada, Al Bukhari, Datang Ke, Barang Barang, Subhanahu Wa

Selasa, 28 Februari 2012

RASA DOSA




Kastrotul masaas yufqidul ihsaas, Ini adalah pepatah Arab yang artinya adalah sesuatu kalau sering disentuh akan berkurang rasanya. Pada sentuhan pertama kita akan merasakan rasanya sangat kuat tetapi pada sentuhan kedua, ketiga, dan seterusnya, rasa itu akan terus berkurang. Pertama kali manusia menembus angkasa dan mendarat di bulan, beritanya begitu menggemparkan. Tetapi, ketika ekspedisi kedua, ketiga, dan seterusnya gaung beritanya mulai berkurang
.
Begitu juga dengan diri kita terhadap dosa. Pertama kali berbuat dosa, diri yang fitri akan bergetar takut. Rasa takut ini akan berkurang apabila dosa yang sama diulang kedua kalinya. Dan, akan terus berkurang pada pengulangan ketiga, keempat, sampai akhirnya pekerjaan dosa itu menjadi biasa, menjadi adat dan kebiasaan
.
Imam Hasan Al Bashri berkata, ”Yang aku takutkan adalah apabila hati kita telah terbiasa dengan dosa-dosa. Hati adalah bagian yang sangat peka dalam diri manusia, tetapi kepekaan ini akan hilang dengan dosa yang berulang-ulang.”

Dengan jelas Rasulullah saw juga telah menggambarkan hilangnya kepekaan hati. Hati itu, kata Rasulullah saw, pada awalnya ibarat kain putih tanpa noda. Bila seseorang melakukan dosa maka akan ada titik hitam pada hati itu. Jika dia bertobat, maka titik hitam itu akan dihapus dan hatinya kembali putih. Tapi, bila tidak dan dia kembali mengulang berbuat dosa maka titik hitam itu ditambah lagi sampai akhirnya hatinya menjadi hitam legam. Hati seperti ini tidak lagi peduli dengan kemungkaran dan tidak lagi mengenal kebajikan. Inilah hati yang disebut Alquran sebagai al Qulub al Qosiyah, yang lebih keras dari batu sekalipun.

Secara lebih jelas dapat dirinci fase-fase hati menjadi qosiyah (keras membatu) sebagaimana dijelaskan Alquran. Pertama, dimulai dengan lupa dzikir kepada Allah karena dikuasai setan: ”Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah,” (QS 58:19). Kedua, karena lupa kepada Allah maka Allah lupakan mereka kepada diri mereka sendiri: ”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri,” (QS.59:19). Ketiga, kemudian setan akan menjadi teman paling dekatnya: ”Barang siapa yang berpaling dari dzikrullah maka akan Aku jadikan setan sebagai teman yang selalu menyertainya,” (QS.43:36).

Keempat, setan ini akan menghiasi semua perbuatan mungkar yang dilakukan sehingga nampak baik dan benar baginya: ”… Dan setan pun menghiasi bagi mereka perbuatan-perbuatan mereka,” (QS.29:38). Kelima, karena itu semua maka hati mereka mengeras bagai batu bahkan lebih keras daripada batu.
Tetapi yang lebih berbahaya dari hilangnya kepekaan hati terhadap dosa adalah hilangnya kepekaan atas azab Allah. Sering orang tak tahu bahwa ia sedang diazab Allah karena dosanya. Azab ini bisa berbentuk musibah, bencana, krisis, dan sebagainya, tetapi juga bisa berbentuk kenikmatan duniawi.
Ibnu Qoyim berkata, ”Ketahuilah sebesar-besar cobaan adalah kegembiraan karena berhasil berbuat dosa dan sebesar-besar azab adalah ketika manusia tidak merasa sedang diazab”.

HUKUM BAYI TABUNG DALAM ISLAM

                                                                   Bayi Tabung

Pertanyaan:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan singkat, bersama ini saya ingin menanyakan hukum insemenasi buatan, atau yang lebih dikenal dengan bayi tabung menurut Syariat Islam. Atas penjelasannya, saya ucapkan banyak terimakasih.
Wassalam
Mukhtar Ahmad, Aceh Utara.
Jawaban
Yth Sdr Mukhtar Ahmad,
Waalaikumus Salam, Wr. Wb.
Pengasuh menyampaikan kekaguman atas pertanyaan yang saudara ajukan. Untuk menjawabnya, pengasuh angkat ringkasan keputusan yang merupakan fatwa Majlis al-Majma’ul-Fiqh al-Islami (Islamic Fiqih Academy) di Makkatul Mukarrah beberapa waktu lalu.
Keinginan seorang wanita yang sudah berkeluarga yang tidak bisa hamil dan keinginan sang suami untuk mendapatkan anak dianggap sebagai sebuah tujuan yang dibenarkan syariat. Tujuan ini bisa dijadikan alasan untuk melakukan pengobatan (jika terkendala) dengan cara-cara inseminasi buatan yang dibenarkan syariat.

Insemenasi buatan di dalam rahim ada 2 cara dan di luar rahim ada 5 cara. Ketujuh cara atau macam tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur yang dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang alami sebagaimana dalam hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu terjadi, dengan izin Allah, dia akan menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki problem sehingga spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim. Ini adalah merupakan cara yang diperbolehkan menurut syariat dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan umum yang disebutkan di atas. Ini dilakukan setelah dipastikan bahwa sang istri memerlukan proses ini supaya bisa hamil.

2. Sperma seorang suami dan sel telur istrinya, diambil lalu diletakkan pada sebuah tabung sehingga sperma tadi bisa membuahi sel telur istrinya dalam tabung tersebut. Kemudian pada saat yang tepat, sperma dan sel telur yang sudah berproses itu (zigote) dipindahkan ke rahim sang istri, pemilik sel telur, supaya bisa berkembang sebagaimana layaknya janin-janin yang lain. Ketika masa mengandung sudah berakhir, sang istri akan melahirkannya sebagai seorang anak biasa, laki ataupun wanita. Inilah bayi tabung yang telah dihasilkan oleh penemuan ilmiah yang Allah mudahkan. Proses melahirkan seperti ini telah menghasilkan banyak anak, baik laki maupun perempuan atau bahkan ada yang lahir kembar. Berita keberhasilan ini telah tersebar melalui berbagai media massa. Cara ini ditempuh ketika sang istri mengalami masalah pada saluran sel telurnya. Hukum insemenasi cara ini adalah boleh menurut tinjauan syariat, ketika sangat terpaksa, dengan tetap menjaga ketentuan-ketentuan umum yang di atas sudah terpenuhi.
Pada dua cara yang diperbolehkan ini, majelis Majma’ul Fiqh al Islami menetapkan bahwa nasab si anak dihubungkan ke pasangan suami istri pemilik sperma dan sel telur, kemudian diikuti dengan hak waris serta hak-hak lainnya sebagaimana pada penetapan nasab. Ketika nasab ditetapkan pada pasangan suami istri, maka hak waris serta hak-hak lainnya juga ditetapkan antara si anak dengan orang yang memiliki hubungan nasab dengannya.

3. Sperma seorang lelaki diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri orang lain sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel pada dinding rahim sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena sang suami mandul, sehingga sperma diambilkan dari lelaki lain.

4.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara sperma yang diambil dari seorang suami dan sel telur yang diambil dari sel telur wanita lain yang bukan istrinya, dikenal dengan sebutan donatur. Kemudian setelah terjadi pembuahan baru dimasukkan ke rahim istri pemilik sperma. Cara ini dilakukan ketika sel telur sang istri terhalang atau tidak berfungsi, akan tetapi rahimnya masih bisa berfungsi untuk tempat perkembangan janin.

5.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung-tabung antara sperma laki-laki dan sel telur dari wanita bukan istrinya. Kemudian setelah pembuahan terjadi, baru ditanam pada rahim wanita lain yang sudah berkeluarga. Cara ini dilakukan ketika ada pasangan suami-istri yang sama-sama mandul, tetapi ingin punya anak; sedangkan rahim sang istri masih bisa berfungsi sebagai tempat pertumbuhan janin.

6.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara dua benih pasangan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu berhasil, baru ditanamkan pada rahim wanita lain (bukan istrinya) yang bersedia mengandung janin pasangan suami istri tersebut. Cara ini dilakukan ketika sang istri tidak mampu mengandung, karena ada kelainan pada rahimnya, sementara organnya masih mampu memproduksi sel telur dengan baik. Cara ini juga ditempuh ketika sang istri tidak mau hamil dengan berbagai alasan. Maka dia meminta atau menyewa wanita lain untuk mengandung bayinya.

7.Sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, lalu setelah mengalami proses pembuahan pada tabung, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim istri lain (kedua misalnya) dari pemilik sperma. Istri yang lain ini telah menyatakan kesediaannya untuk mengandung janin madunya yang (misalnya) telah diangkat rahimnya
.
Pandangan Syariat Islam terhadap macam insemenasi ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh, baik yang pembuahannya di dalam ataupun di luar rahim merupakan cara-cara yang diharamkan dalam syariat Islam, tidak ada alasan untuk memperbolehkan walaupun salah satu diantaranya. Karena kedua benih, sperma dan sel telur dalam proses tersebut tidak berasal dari satu pasangan suami istri atau karena wanita yang menyatakan kesediaannya untuk mengandung janin tersebut adalah wanita ajnabiyah (orang lain).
Demikianlah, kesimpulan masjlis tersebut, semoga dapat menjadi jawaban terhadap pertanyaan saudara dan para pembaca Serambi Indonesia.
Wallahu A’lamu Bish-Shawab

NIKMATNYA MENOLAK MAKSIAT

 
Dipandang dari salah satu segi, barangkali tak enak jadi orang Islam karena banyaknya larangan. Berbuat ini haram, melakukan itu dosa, melangkah begini tidak boleh. Bukankah manusia punya aneka keinginan? Bukankah main perempuan itu enak, berjudi kalau menang membawa keuntungan berlimpah? Menang judi setengah malam bisa lebih banyak dari bekerja satu bulan. Korupsi hanya dengan membubuhkan sepuluh tanda tangan mungkin bisa merengkuh uang tiga kali gaji.

Tapi, kenapa ada larangan? Manusia, menurut Allah, adalah makhluk ciptaan-Nya yang sangat mulia (QS. 95:4). Kemuliaan ditentukan oleh ketakwaan dan akhlak. Jika takwa tidak dimiliki dan akhlak tidak dipunyai, tak akan pernah kemuliaan hinggap menjadi harkat dan predikat seseorang. Minusnya takwa dan akhlak akan membuat seseorang turun derajatnya menjadi hina (QS. 95:5).

Kalau kita renungkan, Allah membuat larangan haram karena kalau larangan itu dilanggar, itu akan merugikan manusia dan kemanusiaan. Atau setidak-tidaknya, apa yang dilarang Allah itu lebih banyak merugikan dari menguntungkan. Seandainya zina dibolehkan, ini memang enak bagi yang melakukan zina itu. Tapi, anak yang lahir nantinya tak ‘kan jelas siapa bapaknya. Otomatis tidak akan ada tanggung jawab seorang bapak. Dengan pernikahan, anak yang lahir akan lebih terjamin hidup dan masa depannya. Begitu pula judi, mengundi nasib yang mengakibatkan ada yang untung mendadak dan ada yang rugi seketika. Ada yang tertawa dan ada yang hatinya gundah karena kalah. Merugikan orang lain jelas melukai kemanusiaan. Di samping dalam perjudian itu manusia menjadi kurang menghargai kerja keras dan kucuran keringat. Padahal, hidup adalah untuk berbuat, beramal. Kemudian, saya persilakan Anda merenungkan semua larangan Allah yang lain. Insya Allah lambat laun akan terasa bahwa semua yang dilarang Allah itu merugikan manusia.

Keinginan untuk melanggar larangan Allah tidak lain merupakan keinginan hawa nafsu, yang kalau dituruti tentu dirasakan enaknya. Tapi Allah tidak menutup mutlak seorang Muslim untuk merasakan enak. Jika Allah melarang zina, menyalurkan nafsu seksual tetap dibolehkan, tapi melalui jalur pernikahan. Dengan nikah, kepuasan seksual terpenuhi tanpa harus meruntuhkan kemuliaan. Itulah karunia Allah kepada manusia. Kiranya, kalau kita lanjutkan pemikiran kita, kalau Allah melarang berbohong, itu karena Allah sangat menghargai lisan (mulut) manusia; kalau Allah melarang memfitnah, itu karena fitnah bisa merusak tatanan kehidupan dan bisa menyulut permusuhan; jika Allah melarang korupsi, itu karena korupsi bisa merugikan negara dan bangsa.

Maka, sungguh beruntung orang yang hatinya diusahakan untuk selalu berzikir (ingat kepada Allah), dengan ibadah yang khusyuk, dengan persaudaraan (ukhuwah) yang tumbuh dari iman, dan dengan akhlak yang indah karena ingin selalu bertauladan kepada hidup Muhammad Rasulullah. Dengan pendekatan itu, menghindari larangan Allah akan menumbuhkan keindahan akhlak yang sangat terpuji. Menghindari larangan Allah seyogyanya disertai rasa taqarrub (pendekatan hati kepada Allah) agar ketika maksud memenuhi hawa nafsu tidak kesampaian, itu tidak menimbulkan rasa kecewa. Justru dengan taqarrub, menolak ajakan hawa nafsu untuk melanggar larangan Allah akan melahirkan nikmat rohani dan rasa bahagia yang tak terperi. Semoga!