Bayi Tabung
Pertanyaan:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan singkat, bersama ini saya ingin menanyakan hukum insemenasi
buatan, atau yang lebih dikenal dengan bayi tabung menurut Syariat
Islam. Atas penjelasannya, saya ucapkan banyak terimakasih.
Wassalam
Mukhtar Ahmad, Aceh Utara.
Jawaban
Yth Sdr Mukhtar Ahmad,
Waalaikumus Salam, Wr. Wb.
Pengasuh menyampaikan kekaguman atas pertanyaan yang saudara ajukan.
Untuk menjawabnya, pengasuh angkat ringkasan keputusan yang merupakan
fatwa Majlis al-Majma’ul-Fiqh al-Islami (Islamic Fiqih Academy) di
Makkatul Mukarrah beberapa waktu lalu.
Keinginan seorang wanita yang sudah berkeluarga yang tidak bisa hamil
dan keinginan sang suami untuk mendapatkan anak dianggap sebagai sebuah
tujuan yang dibenarkan syariat. Tujuan ini bisa dijadikan alasan untuk
melakukan pengobatan (jika terkendala) dengan cara-cara inseminasi
buatan yang dibenarkan syariat.
Insemenasi buatan di dalam rahim ada 2 cara dan di luar rahim ada 5
cara. Ketujuh cara atau macam tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan pada tempat yang
sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan
sel telur yang dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang
alami sebagaimana dalam hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan
itu terjadi, dengan izin Allah, dia akan menempel pada rahim sang
istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki problem sehingga
spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim. Ini
adalah merupakan cara yang diperbolehkan menurut syariat dengan tetap
memperhatikan ketentuan-ketentuan umum yang disebutkan di atas. Ini
dilakukan setelah dipastikan bahwa sang istri memerlukan proses ini
supaya bisa hamil.
2. Sperma seorang suami dan sel telur istrinya, diambil lalu
diletakkan pada sebuah tabung sehingga sperma tadi bisa membuahi sel
telur istrinya dalam tabung tersebut. Kemudian pada saat yang tepat,
sperma dan sel telur yang sudah berproses itu (zigote) dipindahkan ke
rahim sang istri, pemilik sel telur, supaya bisa berkembang sebagaimana
layaknya janin-janin yang lain. Ketika masa mengandung sudah berakhir,
sang istri akan melahirkannya sebagai seorang anak biasa, laki ataupun
wanita. Inilah bayi tabung yang telah dihasilkan oleh penemuan ilmiah
yang Allah mudahkan. Proses melahirkan seperti ini telah menghasilkan
banyak anak, baik laki maupun perempuan atau bahkan ada yang lahir
kembar. Berita keberhasilan ini telah tersebar melalui berbagai media
massa. Cara ini ditempuh ketika sang istri mengalami masalah pada
saluran sel telurnya. Hukum insemenasi cara ini adalah boleh menurut
tinjauan syariat, ketika sangat terpaksa, dengan tetap menjaga
ketentuan-ketentuan umum yang di atas sudah terpenuhi.
Pada dua cara yang diperbolehkan ini, majelis Majma’ul Fiqh al Islami
menetapkan bahwa nasab si anak dihubungkan ke pasangan suami istri
pemilik sperma dan sel telur, kemudian diikuti dengan hak waris serta
hak-hak lainnya sebagaimana pada penetapan nasab. Ketika nasab
ditetapkan pada pasangan suami istri, maka hak waris serta hak-hak
lainnya juga ditetapkan antara si anak dengan orang yang memiliki
hubungan nasab dengannya.
3. Sperma seorang lelaki diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri
orang lain sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian
selanjutnya menempel pada dinding rahim sebagaimana pada cara pertama.
Metode digunakan karena sang suami mandul, sehingga sperma diambilkan
dari lelaki lain.
4.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara sperma yang
diambil dari seorang suami dan sel telur yang diambil dari sel telur
wanita lain yang bukan istrinya, dikenal dengan sebutan donatur.
Kemudian setelah terjadi pembuahan baru dimasukkan ke rahim istri
pemilik sperma. Cara ini dilakukan ketika sel telur sang istri terhalang
atau tidak berfungsi, akan tetapi rahimnya masih bisa berfungsi untuk
tempat perkembangan janin.
5.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung-tabung antara sperma
laki-laki dan sel telur dari wanita bukan istrinya. Kemudian setelah
pembuahan terjadi, baru ditanam pada rahim wanita lain yang sudah
berkeluarga. Cara ini dilakukan ketika ada pasangan suami-istri yang
sama-sama mandul, tetapi ingin punya anak; sedangkan rahim sang istri
masih bisa berfungsi sebagai tempat pertumbuhan janin.
6.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara dua benih
pasangan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu berhasil, baru
ditanamkan pada rahim wanita lain (bukan istrinya) yang bersedia
mengandung janin pasangan suami istri tersebut. Cara ini dilakukan
ketika sang istri tidak mampu mengandung, karena ada kelainan pada
rahimnya, sementara organnya masih mampu memproduksi sel telur dengan
baik. Cara ini juga ditempuh ketika sang istri tidak mau hamil dengan
berbagai alasan. Maka dia meminta atau menyewa wanita lain untuk
mengandung bayinya.
7.Sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, lalu
setelah mengalami proses pembuahan pada tabung, sel telur yang sudah
dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim istri lain (kedua misalnya) dari
pemilik sperma. Istri yang lain ini telah menyatakan kesediaannya untuk
mengandung janin madunya yang (misalnya) telah diangkat rahimnya
.
Pandangan Syariat Islam terhadap macam insemenasi ketiga, keempat,
kelima, keenam dan ketujuh, baik yang pembuahannya di dalam ataupun di
luar rahim merupakan cara-cara yang diharamkan dalam syariat Islam,
tidak ada alasan untuk memperbolehkan walaupun salah satu diantaranya.
Karena kedua benih, sperma dan sel telur dalam proses tersebut tidak
berasal dari satu pasangan suami istri atau karena wanita yang
menyatakan kesediaannya untuk mengandung janin tersebut adalah wanita
ajnabiyah (orang lain).
Demikianlah, kesimpulan masjlis tersebut, semoga dapat menjadi
jawaban terhadap pertanyaan saudara dan para pembaca Serambi Indonesia.
Wallahu A’lamu Bish-Shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar