Get snow effect

Selasa, 28 Februari 2012

HUKUM BAYI TABUNG DALAM ISLAM

                                                                   Bayi Tabung

Pertanyaan:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan singkat, bersama ini saya ingin menanyakan hukum insemenasi buatan, atau yang lebih dikenal dengan bayi tabung menurut Syariat Islam. Atas penjelasannya, saya ucapkan banyak terimakasih.
Wassalam
Mukhtar Ahmad, Aceh Utara.
Jawaban
Yth Sdr Mukhtar Ahmad,
Waalaikumus Salam, Wr. Wb.
Pengasuh menyampaikan kekaguman atas pertanyaan yang saudara ajukan. Untuk menjawabnya, pengasuh angkat ringkasan keputusan yang merupakan fatwa Majlis al-Majma’ul-Fiqh al-Islami (Islamic Fiqih Academy) di Makkatul Mukarrah beberapa waktu lalu.
Keinginan seorang wanita yang sudah berkeluarga yang tidak bisa hamil dan keinginan sang suami untuk mendapatkan anak dianggap sebagai sebuah tujuan yang dibenarkan syariat. Tujuan ini bisa dijadikan alasan untuk melakukan pengobatan (jika terkendala) dengan cara-cara inseminasi buatan yang dibenarkan syariat.

Insemenasi buatan di dalam rahim ada 2 cara dan di luar rahim ada 5 cara. Ketujuh cara atau macam tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur yang dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang alami sebagaimana dalam hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu terjadi, dengan izin Allah, dia akan menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki problem sehingga spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim. Ini adalah merupakan cara yang diperbolehkan menurut syariat dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan umum yang disebutkan di atas. Ini dilakukan setelah dipastikan bahwa sang istri memerlukan proses ini supaya bisa hamil.

2. Sperma seorang suami dan sel telur istrinya, diambil lalu diletakkan pada sebuah tabung sehingga sperma tadi bisa membuahi sel telur istrinya dalam tabung tersebut. Kemudian pada saat yang tepat, sperma dan sel telur yang sudah berproses itu (zigote) dipindahkan ke rahim sang istri, pemilik sel telur, supaya bisa berkembang sebagaimana layaknya janin-janin yang lain. Ketika masa mengandung sudah berakhir, sang istri akan melahirkannya sebagai seorang anak biasa, laki ataupun wanita. Inilah bayi tabung yang telah dihasilkan oleh penemuan ilmiah yang Allah mudahkan. Proses melahirkan seperti ini telah menghasilkan banyak anak, baik laki maupun perempuan atau bahkan ada yang lahir kembar. Berita keberhasilan ini telah tersebar melalui berbagai media massa. Cara ini ditempuh ketika sang istri mengalami masalah pada saluran sel telurnya. Hukum insemenasi cara ini adalah boleh menurut tinjauan syariat, ketika sangat terpaksa, dengan tetap menjaga ketentuan-ketentuan umum yang di atas sudah terpenuhi.
Pada dua cara yang diperbolehkan ini, majelis Majma’ul Fiqh al Islami menetapkan bahwa nasab si anak dihubungkan ke pasangan suami istri pemilik sperma dan sel telur, kemudian diikuti dengan hak waris serta hak-hak lainnya sebagaimana pada penetapan nasab. Ketika nasab ditetapkan pada pasangan suami istri, maka hak waris serta hak-hak lainnya juga ditetapkan antara si anak dengan orang yang memiliki hubungan nasab dengannya.

3. Sperma seorang lelaki diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri orang lain sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel pada dinding rahim sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena sang suami mandul, sehingga sperma diambilkan dari lelaki lain.

4.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara sperma yang diambil dari seorang suami dan sel telur yang diambil dari sel telur wanita lain yang bukan istrinya, dikenal dengan sebutan donatur. Kemudian setelah terjadi pembuahan baru dimasukkan ke rahim istri pemilik sperma. Cara ini dilakukan ketika sel telur sang istri terhalang atau tidak berfungsi, akan tetapi rahimnya masih bisa berfungsi untuk tempat perkembangan janin.

5.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung-tabung antara sperma laki-laki dan sel telur dari wanita bukan istrinya. Kemudian setelah pembuahan terjadi, baru ditanam pada rahim wanita lain yang sudah berkeluarga. Cara ini dilakukan ketika ada pasangan suami-istri yang sama-sama mandul, tetapi ingin punya anak; sedangkan rahim sang istri masih bisa berfungsi sebagai tempat pertumbuhan janin.

6.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara dua benih pasangan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu berhasil, baru ditanamkan pada rahim wanita lain (bukan istrinya) yang bersedia mengandung janin pasangan suami istri tersebut. Cara ini dilakukan ketika sang istri tidak mampu mengandung, karena ada kelainan pada rahimnya, sementara organnya masih mampu memproduksi sel telur dengan baik. Cara ini juga ditempuh ketika sang istri tidak mau hamil dengan berbagai alasan. Maka dia meminta atau menyewa wanita lain untuk mengandung bayinya.

7.Sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, lalu setelah mengalami proses pembuahan pada tabung, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim istri lain (kedua misalnya) dari pemilik sperma. Istri yang lain ini telah menyatakan kesediaannya untuk mengandung janin madunya yang (misalnya) telah diangkat rahimnya
.
Pandangan Syariat Islam terhadap macam insemenasi ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh, baik yang pembuahannya di dalam ataupun di luar rahim merupakan cara-cara yang diharamkan dalam syariat Islam, tidak ada alasan untuk memperbolehkan walaupun salah satu diantaranya. Karena kedua benih, sperma dan sel telur dalam proses tersebut tidak berasal dari satu pasangan suami istri atau karena wanita yang menyatakan kesediaannya untuk mengandung janin tersebut adalah wanita ajnabiyah (orang lain).
Demikianlah, kesimpulan masjlis tersebut, semoga dapat menjadi jawaban terhadap pertanyaan saudara dan para pembaca Serambi Indonesia.
Wallahu A’lamu Bish-Shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar