Dipandang dari salah satu segi, barangkali tak enak jadi orang Islam karena banyaknya larangan. Berbuat ini haram, melakukan itu dosa, melangkah begini tidak boleh. Bukankah manusia punya aneka keinginan? Bukankah main perempuan itu enak, berjudi kalau menang membawa keuntungan berlimpah? Menang judi setengah malam bisa lebih banyak dari bekerja satu bulan. Korupsi hanya dengan membubuhkan sepuluh tanda tangan mungkin bisa merengkuh uang tiga kali gaji.
Tapi, kenapa ada larangan? Manusia, menurut Allah, adalah
makhluk ciptaan-Nya yang sangat mulia (QS. 95:4). Kemuliaan ditentukan
oleh ketakwaan dan akhlak. Jika takwa tidak dimiliki dan akhlak tidak
dipunyai, tak akan pernah kemuliaan hinggap menjadi harkat dan predikat
seseorang. Minusnya takwa dan akhlak akan membuat seseorang turun
derajatnya menjadi hina (QS. 95:5).
Kalau kita renungkan, Allah membuat larangan haram karena
kalau larangan itu dilanggar, itu akan merugikan manusia dan
kemanusiaan. Atau setidak-tidaknya, apa yang dilarang Allah itu lebih
banyak merugikan dari menguntungkan. Seandainya zina dibolehkan, ini
memang enak bagi yang melakukan zina itu. Tapi, anak yang lahir nantinya
tak ‘kan jelas siapa bapaknya. Otomatis tidak akan ada tanggung jawab
seorang bapak. Dengan pernikahan, anak yang lahir akan lebih terjamin
hidup dan masa depannya. Begitu pula judi, mengundi nasib yang
mengakibatkan ada yang untung mendadak dan ada yang rugi seketika. Ada
yang tertawa dan ada yang hatinya gundah karena kalah. Merugikan orang
lain jelas melukai kemanusiaan. Di samping dalam perjudian itu manusia
menjadi kurang menghargai kerja keras dan kucuran keringat. Padahal,
hidup adalah untuk berbuat, beramal. Kemudian, saya persilakan Anda
merenungkan semua larangan Allah yang lain. Insya Allah lambat laun akan
terasa bahwa semua yang dilarang Allah itu merugikan manusia.
Keinginan untuk melanggar larangan Allah tidak lain merupakan
keinginan hawa nafsu, yang kalau dituruti tentu dirasakan enaknya. Tapi
Allah tidak menutup mutlak seorang Muslim untuk merasakan enak. Jika
Allah melarang zina, menyalurkan nafsu seksual tetap dibolehkan, tapi
melalui jalur pernikahan. Dengan nikah, kepuasan seksual terpenuhi tanpa
harus meruntuhkan kemuliaan. Itulah karunia Allah kepada manusia.
Kiranya, kalau kita lanjutkan pemikiran kita, kalau Allah melarang
berbohong, itu karena Allah sangat menghargai lisan (mulut) manusia;
kalau Allah melarang memfitnah, itu karena fitnah bisa merusak tatanan
kehidupan dan bisa menyulut permusuhan; jika Allah melarang korupsi, itu
karena korupsi bisa merugikan negara dan bangsa.
Maka, sungguh beruntung orang yang hatinya diusahakan untuk
selalu berzikir (ingat kepada Allah), dengan ibadah yang khusyuk, dengan
persaudaraan (ukhuwah) yang tumbuh dari iman, dan dengan akhlak yang
indah karena ingin selalu bertauladan kepada hidup Muhammad Rasulullah.
Dengan pendekatan itu, menghindari larangan Allah akan menumbuhkan
keindahan akhlak yang sangat terpuji. Menghindari larangan Allah
seyogyanya disertai rasa taqarrub (pendekatan hati kepada Allah) agar
ketika maksud memenuhi hawa nafsu tidak kesampaian, itu tidak
menimbulkan rasa kecewa. Justru dengan taqarrub, menolak ajakan hawa
nafsu untuk melanggar larangan Allah akan melahirkan nikmat rohani dan
rasa bahagia yang tak terperi. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar